VOICEINDONESIA.CO, Jakarta — Mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Hery Sudarmanto, melakukan aksi tak biasa untuk menghindari awak media usai diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan pemerasan terkait pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA). Dia tampak membaur dengan rombongan pegawai KPK yang hendak pulang dari Gedung Merah Putih di Jakarta, Rabu (11/6/2025).
Berdasarkan pantauan di lapangan, Hery tampak keluar dari kantor KPK sekitar pukul 17.09 WIB dan duduk bersama rombongan pegawai KPK yang hendak pulang. Ia mengenakan masker putih dan berjalan bersama mereka agar tidak dikenali pada pukul 17.11 WIB. Namun, aksinya terhenti ketika sejumlah jurnalis mengenalinya dan mulai melontarkan pertanyaan.
Dia kemudian tampak kebingungan karena ketinggalan rombongan pegawai KPK saat para jurnalis menanyakan materi pemeriksaan oleh penyidik. Ketika ditanya jurnalis mengenai jumlah pertanyaan penyidik kepada dirinya, Hery menjawab singkat.
Baca Juga: KPK Tetapkan 8 Tersangka Korupsi TKA Kemenaker, Kerugian Negara Rp 53 Miliar
“Ya, cuman dikit kok. Enggak ada (sepuluh pertanyaan). Hanya sedikit,” katanya.
Pemeriksaan Hery sebagai saksi merupakan bagian dari penyelidikan KPK terhadap kasus dugaan pemerasan dalam pengurusan RPTKA di Kemenaker. Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengonfirmasi bahwa pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK atas nama RIS dan HS.
“Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK atas nama RIS, dan HS,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dikutip dari ANTARA.
Baca Juga: KPK Periksa Dua Eks Pejabat Kemenaker Terkait Kasus Pemerasan RPTKA
Budi mengatakan bahwa HS dipanggil sebagai mantan Sekjen Kemenaker dan mantan Direktur Pengendalian Penggunaan TKA (PPTKA) Kemenaker. Berdasarkan informasi yang dihimpun, HS adalah mantan Sekjen Kemenaker Hery Sudarmanto yang menjabat pada era Menaker Hanif Dhakiri.
KPK telah mengungkapkan identitas delapan tersangka kasus pemerasan dalam pengurusan RPTKA di Kemenaker pada 5 Juni 2025, yakni aparatur sipil negara (ASN) di Kemenaker bernama Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.
Para tersangka dalam kurun waktu 2019—2024 telah mengumpulkan sekitar Rp53,7 miliar dari pemerasan pengurusan RPTKA. KPK menjelaskan bahwa RPTKA merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh TKA agar dapat bekerja di Indonesia.