VOICEIndonesia.co, Jakarta – Salah satu korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Myanmar menceritakan bagaimana dirinya disekap hingga bisa bebas.
Roni (nama samaran) mengatakan bahwa dirinya bekerja di luar negeri karena susahnya mendapat pekerjaan di Indonesia.
“Awal saya mau berangkat ke sana saya ditawari kerja di Thailand, tapi alangkah buruknya nasib, saya disebrangkan ke Myanmar,” ujar Roni, saat konferensi pers di Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Rabu (21/08/2024).
Dalam konferensi pers yang bertajuk Jaringan Solidaritas Korban Jerat Paksa dan Perbudakan Siber Asia Tenggara di Jakarta, Roni menjelaskan bahwa ia disebrangkan dari Thailand menggunakan jalur darat hingga ke Myanmar.
Selama perjalanan, Roni mengaku banyak polisi Thailand. Namun tidak ada satupun yang mengecek mobilnya.
“Disini banyak dilakukan check point oleh polisi Thailand tapi saya dan teman-teman saya tidak diberhentikan dan tidak ada pengecekan dan pemeriksaan dokumen karena telpon saya dan paspor saya ditahan di perusahaaan,” kata Roni, dikutip VOICEIndonesia melalui YouTube YLBHI, Senin (26/08/2024).
Baca Juga: YLBHI Sebut Jokowi Masih Belum Berhasil Tangani Korban Terjerat Paksa di Myanmar
Roni menjelaskan bahwa ketika sudah masuk ke perusahaan tersebut akan sulit keluar bahkan akan dihukum jika tidak mencapai target.
“Saya saksi mata pernah merasakan jam kerja itu sampai 20 jam dan tidak diberi makan, jika ketauan mengantuk saat bekerja kita disuruh berdiri satu jam lalu mendapatkan cambukan maupun setruman,” jelasnya.
Roni juga sempat ditempatkan di ruangan yang sangat kecil untuk beristirahat dengan jumlah 20 orang.
“Berbagai penyiksaan saya alami, salah satunya saya ditempatkan di ruangan kecil dengan kurang lebih dua puluh orang. Saya tidur disitu karena saya tidak mencapai target. Bentuk hukumannya kami bekerja dari jam 10 malam pulang jam 5 sore lalu kami tidur dengan 20 orang di ruang kecil itu,”
Roni juga pernah mendapatkan hukuman lari dengan lapangan seluas lapangan bola jika tidak memenuhi target.
“Jika kita di hukum di lapangan ini dan ga kecil mungkin ada sebesar lapangan bola dan kalau tidak memenuhi target itu kita harus lari di jam 12 siang,” jelas Roni.
Baca Juga: Ketua GP Ansor Dorong Pancasila Sebagai Pandangan Baru
Roni yang berhasil kabur membeberkan jika penjagaan di perusahaan tersebut sangat ketat.
“Kenapa saya tidak bisa keluar dengan mudah karena mereka melakukan penjagaan dengan militer yang membawa senjata seperti ini. Dan kemungkinan selamat atau tidaknya 90 persen mati 10 persen hidup,” ungkapnya.
Roni menjelaskan bahwa kebanyakan warga di sekitar perusahaan tersebut sudah menjadi sindikat.
“Kebanyakan warga disini sudah menjadi sindikatnya mafia-mafia, lalu waktu saya pulang itu bukan pulang tapi akan menyelamatkan diri itu saya dibawa melintasi sungai ini lalu saya dibawa memakai kendaraan darat sampai ke Mueang Chiang Rai,” ungkapnya.
Roni yang berhasil lolos, saat itu hendak dijual ke perusahaan lain.
“Saat kami sampai di Mueang Chiang Rai saya ditempatkan di salah satu hotel atau penginapan dan disitu saya mulai melarikan diri. Kita lari di sawah lalu masuk ke pemukiman warga. Lalu saya meminta bantuan ke warga lokal memohonkan untuk ditelponkan taksi dan untungnya seorang itu mau menelponkan taksi lalu kami kabur ke bandara,” jelas Roni.
Roni mengatakan bahwa jika ia kabur ke polisi maka dirinya akan kembali kepada sindikat.
“Banyak juga yang kabur ke kantor polisi tapi malah balik lagi kepada sindikat itu, jadi saya kabur ke bandara lalu ada NGO yang menyelamatkan saya dan setelah saya diselamatkan begitu lama proses saya kembali ke tanah air tercinta ini,” ujar Roni.