Restitusi Rp4,2 Miliar untuk Korban TPPO Mangkrak, SBMI Desak Pemerintah Bertindak

by Sintia Nur Afifah
0 comments
A+A-
Reset

VOICEINDONESIA.CO, Jakarta – Rapat Panja Pengawasan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia di Gedung Nusantara I Lt.1, Jakarta Pusat, pada Senin (17/11/2025), mengungkap fakta mengejutkan terkait hak restitusi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang tak kunjung terealisasi.

Sekretaris Jenderal Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Juwarih memaparkan dari 11 putusan pengadilan yang mewajibkan pemberian restitusi, dana senilai Rp4,2 miliar lebih masih menggantung tanpa kepastian.

“Jadi berdasarkan data yang kami kawal di beberapa persidangan kasus TPPO, ada 11 putusan pengadilan, jadi korban itu di dalam pengadilan dia mendapatkan hak restitusi, tapi sampai saat ini ada sekitar 4.227.000.000 lebih yang diputus di pengadilan, tapi korban sampai saat ini belum mendapatkan hak restitusinya,” ungkap Juwarih.

Baca Juga: Komisi IX DPR Nilai Program Jaminan Sosial Purna PMI Belum Efektif

Persoalan ini menambah daftar panjang masalah perlindungan pekerja migran Indonesia. SBMI mencatat telah menangani 6.120 kasus pekerja migran dari tahun 2010 hingga 2024. Kasus TPPO mendominasi jenis permasalahan yang terjadi, disusul gaji tidak dibayar, gagal diberangkatkan, PHK sepihak, hingga meninggal dunia.

Organisasi ini menilai program bantuan tanggap darurat bagi pekerja migran bermasalah sangat minim anggarannya. Kondisi ini diperparah dengan sistem akses yang tidak merata, sehingga hanya mereka yang memiliki akses informasi yang dapat memanfaatkan bantuan tersebut.

Baca Juga: Anggaran Perlindungan PMI Tersisa 13 Persen dari Total Rp546 Miliar

“Nah ini sebenarnya ada di KP2M itu ada program bantuan, istilahnya bantuan tanggap darurat. Tapi tadi karena penganggarannya sangat minim, sehingga ya skala prioritas mungkin bukan hanya skala prioritas, tapi siapa yang akses itu yang dapat. Walaupun nominalnya enggak begitu banyak,” jelasnya.

SBMI juga menyoroti ketidakberkelanjutan program pemerintah antar kementerian. Program seperti desa migratif dari Kemenaker, desa KKBM di BP2MI, desa binaan PMI di KP2MI, hingga desa migran emas dinilai hanya mengejar kuantitas tanpa memperhatikan dampak jangka panjang.

“Tapi tadi program-program yang dilakukan oleh pemerintah setahu kami berdasarkan bantuan di lapangan, ini ya hanya mengejar kuantitasnya saja, tapi bukan melihat dari dampaknya atau kualitasnya. Sehingga setelah programnya dari pemerintah selesai, yaudah selesai. Jadi tidak ada berkelanjutan,” pungkasnya.

SBMI merekomendasikan DPR RI dan pemerintah harus mengesahkan RUU PPMI karena kekosongan hukum menjadi celah bagi mafia dengan melibatkan secara bermakna unsur masyarakat sipil dan serikat. Organisasi ini juga mendesak adanya perbaikan tata kelola penempatan dan perlindungan dari tingkat pusat, daerah sampai tingkat desa melalui Perda dan anggaran perlindungan yang dianggarkan dalam APBN, APBD dan APBDes.

Editorial VOICEIndonesia

Tentang VOICEINDONESIA.CO

LOGO-VOICEINDONESIA.CO-Copy

VOICEIndonesia.co Merupakan Rumah untuk berkarya, Menyalurkan Bakat, Ide, Beradu Gagasan menyampaikan suara Rakyat dari pelosok Negeri dan Portal berita pertama di Indonesia yang secara khusus mengulas informasi seputar Ketenagakerjaan, Juga menyajikan berita-berita Nasional,Regional dan Global . VOICEIndonesia.co dedikasikan bukan hanya sekedar portal informasi berita online biasa,Namun lebih dari itu, menjadi media mainstream online pertama di Indonesia,menekankan akurasi berita yang tepat,cepat dan berimbang , cover both side, reading tourism, user friendly, serta riset.

KONTAK

HOTLINE / WHATSAPP :

Follow VOICEINDONESIA.CO