VOICEINDONESIA.CO, Jakarta – Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) menuding Kementerian Perhubungan (Kemenhub) diduga melakukan pembangkangan terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 127 Tahun 2023.
Sekretaris Jenderal SBMI, Juwarih mendesak Komisi IX DPR RI untuk memanggil paksa Kemenhub guna menyelesaikan ego sektoral yang merugikan pekerja migran, khususnya terkait kewenangan penempatan dan perlindungan Awak Kapal Perikanan (AKP) Migran.
“Di situ kami merekomendasikan komisi IX DPR RI memanggil Kementerian Perhubungan atas pembangkangan dalam mematuhi peraturan pemerintah nomor 22 tahun 2022 dan putusan MK nomor 127 tahun 2023,” tegas Juwarih dalam Rapat Panja Pengawasan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia di Gedung Nusantara, Jakarta, Senin (17/11/2025).
Baca Juga: PMI Dilarang Pegang HP, KSPSI Usul Akses Komunikasi Seminggu Sekali
Organisasi ini mengingatkan bahwa pada 12 Februari 2020, Kemenhub pernah secara eksplisit mengakui di hadapan Komisi IX bahwa kewenangan penempatan dan perlindungan awak kapal perikanan migran berada pada Kementerian Ketenagakerjaan berdasarkan Undang-Undang 18 Tahun 2017, yang kini beralih ke Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI).
“12 Februari 2020 itu dalam rapat tersebut Kemenhub secara eksplisit bahkan mengakui bahwa kewenangan penempatan dan pelindungan AKP migran berada pada Kementerian Ketenagakerjaan berdasarkan Undang-Undang 18 tahun 2017. Yang bersama kita ketahui bahwa pelindungan awak kapal perikanan dan awak kapal niaga migran sekarang sudah beralih ke Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia,” ungkap Juwarih.
Baca Juga: Restitusi Rp4,2 Miliar untuk Korban TPPO Mangkrak, SBMI Desak Pemerintah Bertindak
Namun kondisi saat ini menunjukkan Kemenhub justru mengingkari pernyataan dan komitmennya sendiri. Pembangkangan ini mengakibatkan dualisme kewenangan dan perizinan, kekacauan tata kelola penempatan awak kapal perikanan migran, lemahnya pengawasan dan perlindungan, serta hambatan serius dalam penataan nasional perlindungan PMI.
“Namun kondisi saat ini menunjukkan bahwa Kemenhub justru tidak mematuhi pengaturan tersebut, bahkan mengingkari pernyataan dan komitmen yang disampaikannya di depan Komisi IX pada tahun 2020. Ini mengakibatkan dualisme kewenangan dan perizinan, lalu kekacauan dan tata kelola penempatan AKP migran, lemahnya pengawasan dan perlindungan, serta hambatan serius dalam penataan nasional pelindungan PMI,” jelasnya.
SBMI menegaskan pandangannya dengan keras terhadap sikap Kemenhub tersebut.
“SBMI melihat ini bukan hanya pengingkaran janji politik, tapi Kemenhub telah melakukan pembangkangan pada konstitusi dan juga Presiden. Untuk itu kami merekomendasikan Komisi IX DPR RI memanggil kembali ke Kementerian Perhubungan untuk menyelesaikan ego sektoral ini,” ujarnya.
SBMI juga menyoroti perubahan perizinan dari SIUPAK menjadi SIUKAK pasca putusan MK yang implementasinya masih bermasalah.
“Pembangkangan peralian tadi ngomongin perizinan, dulu sebelum ada putusan bentuk perizinannya itu siupak. Nah sekarang setelah ada putusan dari MK, dia berubah menjadi siukak,” papar Juwarih.
