VOICEINDOENISA.CO,Jakarta – Seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI) bernama Nursinta Lestari, asal Bima, Nusa Tenggara Barat, diduga menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Ia dikirim ke Irak melalui jalur tidak resmi oleh seorang pria berinisial U dan anaknya A. Pengiriman ini juga diduga melibatkan AV, AY, dan S, yang berperan sebagai agen tenaga kerja ilegal di wilayah Jakarta dan sekitarnya.
Menurut Kuasa Hukum korban, Abdul Basit, S.H., M.H., Nursinta awalnya dijanjikan pekerjaan di luar negeri dengan iming-iming gaji besar untuk memperbaiki kondisi ekonomi keluarganya. Iming-iming tersebut membuat Nursinta bersedia diberangkatkan yang disampaikan lewat keterangan tertulis ke redaksi Voiceindonesia.co pada Jumat (28/07/2025) .
“Ia dibujuk oleh U, istri U, dan A, lalu dibelikan tiket menuju Jakarta. Setiba di sana, korban dijemput dan tinggal di rumah U di kawasan Cibubur selama sekitar satu bulan. Lalu tiba-tiba dipindahkan ke Bekasi selama tiga hari karena disebut keberadaannya telah diketahui polisi. Setelah itu, ia berpindah-pindah hingga akhirnya dibawa ke bandara dan diterbangkan ke Irak melalui Singapura dan Qatar,” jelas Abdul Basit.
Yang memilukan, Nursinta adalah ibu dari empat anak, dengan anak bungsu berusia satu tahun. Kepergiannya ke Irak meninggalkan luka mendalam bagi keluarga. Anak-anaknya, terutama si bungsu yang masih menyusu dan sangat bergantung pada ibunya, kini hidup dalam kerinduan dan kebingungan.
“Bayangkan seorang ibu yang setiap malam biasanya menimang anaknya yang baru berusia satu tahun, kini terpisah ribuan kilometer tanpa jaminan keselamatan. Ini bukan hanya soal hukum, ini tentang kemanusiaan, tentang anak-anak yang kehilangan pelukan ibunya karena ulah segelintir orang yang mencari keuntungan dari penderitaan orang lain,” ujar Abdul Basit dengan nada prihatin.
Setelah berpindah-pindah lokasi, pada 5 Juni 2025, Nursinta dibawa ke Bandara Soekarno-Hatta. Pada 6 Juni pukul 09.00 WIB, ia diterbangkan melalui rute Singapura – Qatar – Irak. Setibanya di Irak, korban dijemput oleh seseorang berinisial C alias Miss C, yang kemudian diserahkan kepada agen berinisial EY. EY diduga kuat merupakan agen penyalur tenaga kerja di Irak dan bagian dari jaringan pengiriman ilegal tersebut.
“Rangkaian peristiwa ini menunjukkan pola yang sistematis, melibatkan pelaku dari dalam dan luar negeri, serta menunjukkan adanya dugaan kuat bahwa ini bukan sekadar tindakan perorangan, melainkan bagian dari sindikat perdagangan orang yang telah terstruktur dan terorganisir dengan rapi,” tegas Abdul Basit.
Dugaan Pelanggaran Hukum
Kuasa hukum menyampaikan bahwa pengiriman ini diduga kuat melanggar ketentuan hukum berikut:
- Pasal 2 UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO);
- Pasal 81 dan 83 UU No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia;
- Pasal 55 dan 56 KUHP, bagi para pihak yang turut serta atau membantu melakukan kejahatan.
“AV, AY, dan S sebagai agen lokal diduga turut memfasilitasi keberangkatan secara ilegal. Begitu pula dengan istri U, yang secara aktif ikut membujuk korban. Dan yang menjemput di Irak adalah C alias Miss C, lalu diserahkan kepada EY, yang diduga merupakan bagian dari jaringan penempatan ilegal ini. Dugaan kuat, mereka semua adalah bagian dari sindikat perdagangan orang lintas negara yang terorganisir dan beroperasi sistematis,” tambah Abdul Basit.
Tuntutan Hukum dan Harapan Keluarga
Abdul Basit dan keluarga korban menuntut:
- Kepolisian dan BP2MI segera menyelidiki dan menangkap pelaku perekrutan dan pengiriman.
- Kementerian Luar Negeri RI melakukan pelacakan dan perlindungan terhadap korban di Irak.
- Proses hukum bagi para agen, perekrut, dan siapa pun yang terlibat, baik di dalam maupun luar negeri.
- Pemulangan Nursinta ke tanah air secepat mungkin, agar dapat kembali ke pelukan anak-anaknya.
“Kami tidak bicara soal administrasi saja. Ini tentang hak asasi manusia, tentang seorang ibu yang haknya dirampas, dan tentang anak-anak yang ditinggalkan dalam kesedihan. Negara wajib hadir, menegakkan keadilan, dan menghentikan praktik perdagangan manusia ini,” tutup Abdul Basit