VOICEINDONESIA.CO, Jakarta – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menegaskan bahwa kebijakan restitusi bagi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) akan tetap diberlakukan, meski terdapat wacana pembentukan dana abadi dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).
Restitusi adalah ganti rugi yang diberikan oleh pelaku atau pihak ketiga kepada korban sebagai bentuk pemulihan atas kerugian material maupun imaterial yang dialami.
“Konsep restitusi ini tetap ada dan didasarkan pada putusan pengadilan,” ujar Wakil Ketua LPSK Antonius Wibowo dalam konferensi pers peringatan Hari Anti TPPO di Jakarta, Kamis (31/7/2025).
Baca Juga: Lewat Pakta Integritas, Ditjen Imigrasi Komitmen Profesional dan Bebas KKN
Ia menegaskan bahwa restitusi tetap harus dijalankan dalam proses hukum melalui mekanisme penyidikan, penuntutan, hingga putusan hakim, bukan sebagai kebijakan di luar proses hukum.
Dalam lima tahun terakhir, LPSK mencatat menerima 2.373 permohonan perlindungan dari korban TPPO, dengan mayoritas pemohon juga mengajukan permohonan restitusi.
Sepanjang tahun 2024 saja, terdapat 439 permohonan restitusi yang difasilitasi LPSK, dengan total nilai mencapai Rp7,49 miliar.
Baca Juga: Desa Migran Emas di Lampung Timur Perkuat Pelindungan CPMI dari Hulu
Namun, LPSK mengakui bahwa belum semua permohonan restitusi dikabulkan oleh pengadilan. Salah satu hambatan yang dihadapi adalah belum maksimalnya penyitaan aset pelaku TPPO.
“Kalau dari aset pelaku masih juga kurang, maka kekurangannya dapat diambil dari dana abadi korban,” ujar Antonius.
Ia menyebut, hingga saat ini belum tersedia regulasi yang memungkinkan korban TPPO memperoleh restitusi dari dana abadi.
Oleh karena itu, pemerintah bersama DPR tengah mendorong revisi Undang-Undang TPPO untuk memperkuat hak korban dalam memperoleh restitusi secara optimal.
Sementara itu, wacana pembentukan dana abadi korban telah masuk dalam pembahasan RUU KUHAP yang saat ini sedang dibahas oleh Komisi III DPR RI.
