VOICEINDONESIA.CO, Jakarta – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyatakan judi daring (online) telah menjadi darurat nasional dengan potensi nilai transaksi mencapai Rp1.100 triliun pada akhir 2024.
Hal tersebut jika tidak ada intervensi tegas dari pemerintah dan aparat penegak hukum.
“Indonesia menjadi sasaran empuk provider judol. Bahkan, sudah ada mahasiswa yang bunuh diri karena terlilit utang judi, dan seorang ayah menjual bayinya karena kecanduan,” kata Kepala PPATK Ivan Yustiavandana di Jakarta, Selasa (6/8/2025).
Ivan mengungkapkan, kemudahan akses judi online melalui ponsel dan maraknya praktik jual beli rekening bank menjadi penyumbang utama masifnya kejahatan keuangan digital.
Baca Juga: Densus 88 Tangkap Dua ASN Diduga Terlibat Terorisme
Rekening-rekening asli tapi palsu (aspal) diperoleh dari dark web atau platform ilegal, lalu digunakan untuk menyembunyikan identitas pelaku, menampung dana judi, hingga pencucian uang lintas negara.
“Dalam hitungan menit, siapa pun bisa membeli rekening secara daring. Ini diperparah dengan rendahnya literasi digital dan lemahnya sistem deteksi dini di beberapa lembaga perbankan,” ujarnya.
PPATK bersama mitra perbankan telah melakukan pemetaan, pemblokiran, dan pelaporan terhadap rekening mencurigakan, terutama yang bersifat pasif (dormant), sebagai langkah preventif sesuai Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan UU Perbankan.
Baca Juga: Pemerintah Bakal Awasi Ketat Game Roblox
Ivan menegaskan, semua langkah yang diambil sesuai regulasi.
“Jangan narasikan ini sebagai perampasan. Ini perlindungan terhadap sistem keuangan negara dari infiltrasi uang haram,” tegasnya.
Ia menambahkan, kolaborasi antarinstansi seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia, Kepolisian, dan Kejaksaan sangat penting dalam menghadapi kejahatan finansial yang makin kompleks.
Lebih lanjut, PPATK juga mengimbau masyarakat tidak sembarangan membuka rekening atas nama orang lain atau menyewakan identitasnya.
Literasi keuangan digital perlu diperkuat agar masyarakat lebih waspada terhadap praktik keuangan ilegal.
“Kita tak bisa lagi hanya reaktif, tapi harus proaktif dan preventif. Pelaporan, teknologi deteksi, serta kerja intelijen keuangan perlu disinergikan,” pungkas Ivan.