VOICEINDONESIA.CO, Jakarta – Pemerintah terus melanjutkan program Bantuan Sosial (Bansos) Beras untuk masyarakat miskin dan rentan. Program ini dianggap vital sebagai penopang hidup jutaan keluarga penerima manfaat (KPM), namun sejumlah pengamat mengingatkan bahwa bansos bukan solusi permanen terhadap persoalan pangan nasional.
Pemerhati Pangan dan Pertanian Nasional, Eko Margana, menilai bahwa bantuan beras memang menyelamatkan warga miskin dalam jangka pendek. Namun, tanpa strategi keluar dari ketergantungan, bansos bisa menjadi jebakan jangka panjang.
“Bansos beras adalah ‘dewa penolong’ bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Tapi jangan sampai jadi tempat tidur permanen yang membuat kita lupa bangkit,” kata Eko dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (7/9/2025).
Pemerintah sendiri telah memperpanjang program bansos beras 10 kilogram untuk enam bulan di tahun 2025 dengan menjangkau 18,3 juta keluarga. Penyalurannya dilakukan dalam beberapa tahap, termasuk penyaluran dua bulan sekaligus pada Juni–Juli 2025.
Selain itu, pemerintah juga menggulirkan Program Makan Bergizi Gratis, Program Keluarga Harapan (PKH), dan Kartu Sembako untuk memperluas jangkauan bantuan sosial di tengah tekanan ekonomi.
“Namun di tengah semua program ini, ada pertanyaan besar yang patut direnungkan bersama, Apakah bansos ini solusi jangka panjang, atau hanya pereda sementara dari luka struktural yang belum diobati?” ucapnya.
Eko mengingatkan bahwa bansos harus diimbangi dengan upaya mendorong kemandirian pangan dan ekonomi masyarakat. Ia menyebutkan enam langkah penting agar Indonesia bisa keluar dari ketergantungan bansos.
Pertama, tingkatkan produktivitas pertanian melalui teknologi, perbaikan irigasi, dan penyuluhan. Kedua, wujudkan kemandirian pangan dengan tekan impor dan perkuat produksi dalam negeri. Ketiga, sejahterakan petani dengan memastikan harga jual adil dan akses ke sumber daya pertanian.
Keempat, kurangi kemiskinan struktural dengan Fokus pada pemberdayaan ekonomi, bukan hanya bantuan. Kelima, perbaiki distribusi pangan, sehingga logistik pangan harus merata hingga pelosok. Keenam, membuat kebijakan pangan berkelanjutan jangka panjang serta lintas sektor.
Menurut Eko, bantuan sosial adalah alat darurat, bukan fondasi kehidupan masyarakat.
“Negara boleh membantu rakyat yang lemah, tapi tidak boleh membiarkan mereka terus-menerus lemah,” tegasnya.
Ia mendorong pergeseran paradigma dari sekadar bertahan hidup menuju pemberdayaan, dan dari ketergantungan menuju kemandirian.
“Merdeka bukan hanya bebas dari penjajah, tapi juga bebas dari belenggu kemiskinan dan ketergantungan pangan,” pungkas Eko.