VOICEINDONESIA.CO, Jakarta – Anggota Komisi III DPR RI, Abdullah mendesak kepolisian untuk mengusut tuntas pihak-pihak yang terlibat dalam praktik jual beli rekening bank untuk kepentingan judi online (judol).
Ia menegaskan bahwa para pelaku harus ditindak secara tegas karena telah merugikan negara dan masyarakat.
“Polisi harus menindak tegas para penjual maupun pembeli rekening bank untuk judol, sesuai hukum yang berlaku. Jika dibiarkan, mereka akan terus bertransaksi yang menyuburkan judol dan menggali jurang kemiskinan lebih dalam,” ujar Abdullah, yang akrab disapa Abduh, Kamis, (9/7/2025).
Desakan ini disampaikan Abdullah merespons temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang mengungkap bahwa 571.410 Nomor Induk Kependudukan (NIK) penerima bantuan sosial (bansos) terindikasi bermain judi online.
Laporan itu merupakan hasil pencocokan antara 28,4 juta NIK penerima bansos dan 9,7 juta NIK pemain judol, dengan nilai transaksi yang diperkirakan mencapai Rp15 miliar.
Baca Juga: Jadi Tersangka Kasus Korupsi, Taipan Minyak Riza Chalid Justru Tidak di Indonesia
Menurut Abduh, penegakan hukum dapat merujuk pada beberapa peraturan perundang-undangan, seperti Pasal 303 KUHP yang mengatur tindak pidana perjudian dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara atau denda Rp25 juta.
Selain itu, pasal 27 Ayat (2) UU ITE, yang melarang penyebaran konten perjudian daring, dengan ancaman 10 tahun penjara dan denda hingga Rp10 miliar.
“Penegakan hukum ini penting agar ada efek jera. Para pelaku dapat dijerat pidana penjara sekaligus denda maksimal,” katanya.
Abduh menyoroti praktik jual beli rekening yang kini marak terjadi, baik secara daring maupun luring, termasuk di desa dan kota.
Baca Juga: Kemensos Tetapkan Banyuwangi Layak Sebagai Sekolah Rakyat Rintisan
Ia menyebut bahwa meskipun beberapa pelaku sudah ditindak, praktik ini bukannya berkurang justru semakin menjamur.
Untuk itu, ia menilai perlu pendekatan terintegrasi dari hulu ke hilir, melibatkan koordinasi antara PPATK, OJK, perbankan, dan kepolisian.
“Misalnya, ketika PPATK mendeteksi, OJK dan bank segera memvalidasi dan memblokir. Lalu polisi menyelidiki untuk menindak para pelaku,” jelasnya.
Lebih jauh, Abduh meminta agar aparat hukum juga menelusuri potensi praktik pencucian uang dalam aliran dana judi online.
Ia menyebut bahwa berdasarkan pengalaman kasus serupa di Amerika Serikat dan Inggris, aktivitas perjudian kerap dikaitkan dengan pencucian uang skala besar.
“Jangan sampai pemberantasan judol hanya di permukaan. Polisi harus mampu menjerat pemain besar, bukan hanya mengejar pemain kecil,” tegasnya.
Abduh menutup pernyataannya dengan mendorong seluruh pihak terkait untuk menjadikan penanganan rekening judol sebagai prioritas nasional, demi menjaga integritas sistem keuangan dan melindungi masyarakat dari praktik ilegal yang semakin meluas.