VOICEINDONESIA.CO, Jakarta – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) akhirnya angkat bicara terkait perilaku pendakwah Elham Yahya Luqman yang dinilai tak sesuai dengan nilai-nilai Islam. Hal ini bermula dari kasus pelecehan dan konten dakwah dinilai yang merendahkan perempuan serta anak-anak.
Dalam keterangan resminya yang diterima Voiceindonesia.co di Jakarta, Rabu (12/11/2025), Ketua PBNU Alissa Wahid menyatakan bahwa perilaku yang bersifat merendahkan martabat manusia, terlebih terhadap anak-anak, merupakan pelanggaran serius terhadap nilai kemanusiaan dan prinsip dakwah bil hikmah. Dakwah Islam yang seharusnya menjadi rahmatan lil alamin justru ternodai oleh ulah oknum yang tidak bertanggungjawab ini.
“Itu menodai nilai-nilai dakwah sendiri yang seharusnya memberikan teladan melalui sikap dan lakunya kepada umat,” tegas Alissa.
Baca Juga: PBNU Tunggu Langkah Konkret Prabowo Penuhi Aspirasi Rakyat
PBNU mempertegas komitmennya untuk membangun kemaslahatan umat dengan berpegang teguh pada prinsip Ahlussunnah wal Jamaah an-Nahdliyyah. Organisasi ini menolak keras segala praktik yang mencederai Maqashid Syariah, terutama perlindungan terhadap kehormatan manusia atau hifdz al-‘irdh, tanpa memandang usia, status, maupun kedudukan sosial. Penolakan ini menjadi sikap tegas NU untuk membersihkan internal dari oknum bermasalah.
“Prinsip maqashid syariah inilah yang harus dipegang dan menjadi pertimbangan utama para pendakwah,” ujarnya.
Baca Juga: Kapolri dan Ketua PBNU Bahas Isu Kekerasan di Lingkungan Pendidikan
PBNU juga menekankan bahwa penghormatan tinggi kepada para kiai dan nyai didasarkan pada keulamaan, kearifan sebagai sosok pengasuh, serta peranannya sebagai pengayom jamaah. Penghormatan ini adalah amanah yang harus dijaga dengan perilaku mulia. Setiap tokoh agama wajib menjaga diri dan berperilaku sebagai uswatun hasanah bagi umat, bukan justru menjadi teladan buruk.
“Sebab sejatinya kiai-nyai, pendakwah secara umum juga merupakan guru yang sudah sepantasnya digugu dan ditiru,” jelasnya.
Sejalan dengan sikap tegas tersebut, PBNU mengajak seluruh elemen jamaah dan jamiyah Nahdlatul Ulama untuk menciptakan ruang yang aman dan bermartabat bagi semua insan. Fokus utama adalah melindungi mereka yang lemah seperti anak-anak, santri, dan perempuan dari segala bentuk kekerasan dan pelecehan. Ajakan ini menjadi langkah preventif agar kasus serupa tidak terulang di lingkungan NU.
Sebagai bentuk tanggung jawab kelembagaan, PBNU telah membentuk Satuan Tugas Penanggulangan Kekerasan di Pesantren atau SAKA. Tim khusus ini dibentuk untuk bekerja aktif menanggulangi praktik kekerasan, pelecehan, dan bentuk penyimpangan lainnya di lingkungan pesantren NU. Keberadaan SAKA menjadi bukti keseriusan PBNU dalam membersihkan internal dari praktik-praktik yang merusak citra dakwah Islam.
“Pembentukan SAKA merupakan wujud nyata komitmen PBNU dalam menjaga marwah pesantren serta memastikan lingkungan dakwah dan pendidikan Islam tetap berlandaskan kasih sayang, akhlak mulia, dan perlindungan terhadap kemanusiaan, serta maqashid syariah,” jelasnya.
PBNU menegaskan kembali tidak ada ruang bagi kekerasan, pelecehan, dan penyalahgunaan otoritas dalam dakwah Islam. Sikap tegas ini diambil untuk memastikan tidak ada lagi oknum yang memanfaatkan posisinya sebagai pendakwah untuk melakukan tindakan tercela. Organisasi ini berkomitmen penuh mengawasi dan menindak tegas setiap bentuk penyimpangan yang terjadi di lingkungan NU.
“Dakwah harus menumbuhkan kemuliaan, bukan menistakan martabat manusia,” pungkasnya.
