VOICEINDONESIA.CO, Jakarta – Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan Baktiar Najamudin menanggapi aksi protes sejumlah Gubernur yang mendatangi Kementerian Keuangan RI untuk menyampaikan keberatan atas keputusan pemerintah terkait pemangkasan alokasi Dana Transfer ke Daerah (TKD) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026.
Sultan menilai, keberatan yang diajukan para Gubernur sangat beralasan mengingat tingginya kebutuhan pembangunan dan desakan masyarakat terhadap realisasi program-program yang dijanjikan saat kampanye pemilihan kepala daerah.
“Kebijakan efisiensi Dan pemangkasan alokasi TKD pemerintah dalam nota APBN 2026 menimbulkan dampak ganda terhadap agenda Otonomi Daerah dan desentralisasi Fiskal. Para Gubernur memiliki hak untuk mempertanyakan dasar kebijakan yang oleh dinilai berpotensi mengganggu kinerja para Gubernur tersebut” ujar Sultan melalui keterangannya yang diterima di Jakarta pada Senin (13/10/2025).
Meski demikian, mantan Wakil Gubernur Bengkulu itu menyatakan bahwa pemerintah pusat tentu memiliki pertimbangan rasional dalam mengambil keputusan tersebut. Ia juga mendorong agar para kepala daerah menyusun strategi baru dalam perencanaan dan penganggaran yang lebih inovatif ke depan.
“Kita patut mengapresiasi para Gubernur telah menunjukan kekompakan Dan memiliki tanggung jawab politic untuk menyampaikan keberatan kepada Menteri Keuangan. Sebagai Kepala Daerah yang dipilih langsung oleh masyarakat daerah, mereka membutuhkan dukungan Fiskal yang memadai guna membiayai program-program yang dijanjikan dan tentunya pelayanan public di daerah,” tegasnya.
Lebih lanjut, Sultan menyampaikan bahwa pemangkasan TKD bisa berdampak terhadap pemenuhan janji-janji politik kepala daerah yang pada akhirnya mempengaruhi tingkat kepercayaan publik. Oleh karena itu, ia mengusulkan agar ke depan jabatan Gubernur tidak lagi dipilih langsung oleh masyarakat melalui Pilkada.
“Oleh karena itu, kami mendorong agar ke depan jabatan Gubernur tidak perlu lagi dipilih langsung oleh masyarakat melalui Pilkada. Pilkada langsung cukup dilaksanakan di tingkat Kabupaten/kota sebagai titik berat Otonomi Daerah,” usulnya.
Menurutnya, dengan model pemilihan tidak langsung, Gubernur dapat lebih fokus menjalankan fungsi koordinasi, pembinaan, dan pengawasan terhadap Bupati/Wali Kota, serta merealisasikan program-program pemerintah pusat tanpa dibebani tuntutan politik dari masyarakat.
“Di saat yang sama dapat mengurangi wacana Dan potensi ancaman disintegrasi dari daerah-daerah tertentu,” tutupnya.

