VoiceIndonesia.co – Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Usaman Kansong mengatakan pihaknya masih memantau rekembangan regulasi mengenaio perdagangan di platfrom media sosial TikTok.
Hingga sejauh ini, Kemenkominfo masih belum mengambil tindakan untuk memblokir perdagangan melalui live shopping.
Diketahui belakangan, TikTok menjadi ramai karena menggabungkan media sosial dengan e-commerce.
Usman Kansong menjelaskan ketentian dari Kemenkominfo melibatkan dua pertimbangan, yakni sidag dari konten serta ketentuan registrasi.
Kemenkominfo akan melakukan pemblokiran bila konten yang ditampilkan bersifat negatid dan melanggar aturan.
Dalam konteks perdaganagn di social commerce, Kemenkominfo bisa mengambil tindakan pemblokiran bila produk yang dijual merupakan barang-barang terlarang.
Namun, bila kondisi tersebut tidak terpenuhi, maka Kemenkominfo tidak bisa melakukan pemblokiran.
Baca Juga: Dukung Pemilu Serentak 2024, Kepala PPATK Ingatkan Hal Ini ke Peserta
Dilansir dari ANTARA, Sabtu, 15 September 2023, kondisi berikutnya yakni ketentuan mengenairegistrasi penyelenggara sistem elektronik (PSE).
Bila regulasi mengatur bahwa platfrom media sosial ingin menghadirkan fitur social commerce harus registrasi PSE, Kemenkominfo bisa melakukan pemblokiran ketika terjadi pelanggaran.
Sementara, bila regulasi belum menjangkau sisi itu, maka Kemenkominfo tidak dapat melakukan pemblokiran.
Usman mengatakan dalam melihat masalah live shopping TikTok perlu mempertimbangkan berbagai perspektif, terutama dari sisi pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) serta industri e-commerce.
“Jadi, pemerintah itu menjembatani agar jangan sampai ada yang dirugikan,” ujarnya.
Pemerintah sedang memproses harmonisasi revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 terkait perdagangan digital.
Salah satu isu yang menjadi perhatian dari revisi aturan tersebut adalah kehadiran TikTok sebagai social commerce yang dikhawatirkan memberikan kerugian pada UMKM.
Pasalnya, harga jual yang ditawarkan di platfrom tersebut sangat murah, sehingga berpotensi mengarah pada predatory pricing atau praktik menjual barang di bawah harga modal.