VOICEINDONESIA.CO, Jakarta – DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna, Selasa (18/11/2025).
Pengesahan dilakukan setelah Ketua DPR Puan Maharani meminta persetujuan seluruh fraksi dan mendapat jawaban bulat: “Setuju.”
Persetujuan itu diberikan usai Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menyampaikan laporan akhir hasil pembahasan RKUHAP.
Baca Juga: Anggaran Perlindungan PMI Tersisa 13 Persen dari Total Rp546 Miliar
Setelah itu, palu sidang diketuk oleh Puan sebagai penanda pengesahan.
Di kesempatan terpisah, Puan meminta publik tidak terprovokasi informasi yang menyesatkan terkait isi KUHAP yang baru disahkan.
“Penjelasan dari Ketua Komisi III saya kira cukup bisa dipahami dan dimengerti sekali. Jadi hoaks-hoaks yang beredar itu, semua hoaks itu tidak betul, dan semoga kesalahpahaman dan ketidakmengertian kita sama-sama bisa pahami,” ujarnya.
Baca Juga: Tambang Emas Ilegal di Riau Ditertibkan, Petugas Musnahkan 2 Unit Rakit
Puan juga menegaskan bahwa laporan Habiburokhman sudah mewakili keseluruhan substansi pembaruan KUHAP yang disusun Panitia Kerja (Panja).
Sebelumnya, Panja RUU KUHAP menyepakati 14 substansi utama pembaruan hukum acara pidana, di antaranya:
1. Penyesuaian hukum acara pidana dengan perkembangan hukum nasional dan internasional.
2. Penyesuaian nilai hukum acara pidana sesuai KUHP baru yang menekankan pendekatan restoratif, rehabilitatif, dan restitutif.
3. Penegasan diferensiasi fungsi penyidik, penuntut umum, hakim, advokat, dan pemimpin masyarakat.
4. Perbaikan kewenangan penyelidik, penyidik, dan jaksa serta penguatan koordinasi antar-lembaga.
5. Penguatan hak tersangka, terdakwa, korban, dan saksi, termasuk perlindungan dari ancaman.
6. Penguatan peran advokat dalam sistem peradilan pidana.
7. Pengaturan mekanisme keadilan restoratif.
8. Perlindungan khusus kelompok rentan, seperti disabilitas, perempuan, anak, dan lansia.
9. Penguatan perlindungan penyandang disabilitas dalam seluruh proses pemeriksaan.
10. Perbaikan aturan upaya paksa dengan memperkuat asas due process of law.
11. Pengenalan mekanisme baru seperti plea bargaining dan penundaan penuntutan korporasi.
12. Pengaturan pertanggungjawaban pidana korporasi.
13. Pengaturan hak kompensasi, restitusi, dan rehabilitasi bagi korban.
14. Modernisasi hukum acara pidana untuk mewujudkan peradilan cepat, sederhana, transparan, dan akuntabel.
