VOICEINDONESIA.CO, Jakarta – Koalisi masyarakat sipil membantah keras tuduhan sebagai kelompok pemalas yang dilontarkan Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman. Bantahan tersebut muncul setelah politisi Gerindra itu menuduh koalisi tidak menyimak pembahasan RUU KUHAP dan menyebarkan hoaks di media sosial.
Pengacara Publik LBH Jakarta Daniel Winarta yang mewakili koalisi masyarakat sipil menyayangkan pelabelan negatif dari Habiburokhman. Ia menegaskan bahwa empat masalah krusial yang beredar luas di poster bukanlah hoaks, melainkan hasil pembacaan kritis terhadap RUU KUHAP yang dilakukan oleh rekan Bijak Memantau dan Indonesian Matters, Kamis (20/11/2025).
Koalisi sejak awal menuntut perubahan KUHAP yang fundamental dan menyentuh akar masalah peradilan pidana. Harapan tersebut justru pupus karena KUHAP yang baru disahkan malah menyuburkan praktik koruptif dan melanggengkan ketiadaan pengawasan yudisial yang substansial terhadap upaya paksa yang merenggut hak asasi warga negara.
Baca Juga: DPR Resmi Sahkan RKUHAP Menjadi Undang-Undang
“Rekomendasi Koalisi selama ini berada dalam tataran harapan paling tinggi agar pembaruan KUHAP sesuai perspektif HAM, mengingat butuh 44 tahun untuk merevisi KUHAP,” tegas Daniel. Koalisi menilai revisi yang memakan waktu puluhan tahun tersebut sangat mengecewakan karena tidak dilakukan secara komprehensif. Daniel menambahkan bahwa Habiburokhman seharusnya berdiskusi soal substansi, bukan malah memberikan pelabelan yang tidak perlu.
Daniel membantah tuduhan koalisi tidak membaca Pasal 16 KUHAP yang diklaim Habiburokhman sebagai limitasi kewenangan penyidik. Penjelasan Pasal 16 yang baru muncul pada draf 18 November 2025 justru memberikan pembatasan kabur dan menimbulkan inkonsistensi dengan Undang-Undang Narkotika. Koalisi menekankan bahwa kewenangan penyamaran dan pembelian terselubung seharusnya bukan kewenangan dalam tahap penyelidikan, melainkan tahap penyidikan.
Baca Juga: YLBHI Soroti 14 Poin RUU KUHAP Jelang Pengesahan
Pertentangan muncul antara Pasal 16 dengan penjelasan Pasal 16 soal penyebutan kewenangan penyelidikan versus teknis investigasi khusus. Daniel menjelaskan teknik investigasi merupakan teknik penyidikan yang dilakukan setelah masuk tahap penyidikan, bukan mulai pada tahap penyelidikan. Penjelasan Pasal 16 RUU KUHAP tersebut bertentangan dengan UU Narkotika yang menggunakan istilah teknik penyidikan untuk merujuk tindakan penyamaran, pembelian terselubung, dan penyerahan di bawah pengawasan.
“Inkonsistensi dari kedua aturan ini dalam praktik hanya akan dimanfaatkan sebagai ruang-ruang penyalahgunaan,” ungkap Daniel.
Koalisi menilai penjelasan Pasal 16 yang baru disisipkan dalam draf RUU KUHAP per 18 November maupun penjelasan Habiburokhman sama sekali tidak menjawab masalah yang diangkat. Potensi penyalahgunaan kewenangan dan rekayasa tindak pidana oleh aparat masih terbuka lebar dengan rumusan kabur tersebut.
Sebelumnya, Habiburokhman membantah tudingan penyamaran dan pembelian terselubung bisa dilakukan untuk semua tindak pidana. Politisi tersebut menyebut koalisi pemalas karena tidak melihat streaming YouTube debat khusus soal hal itu di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (19/11/2025).
“Ini koalisi pemalas, tidak benar, karena sudah dilimitasi di bagian penjelasan,” kata Habiburokhman saat itu.
