Jakarta – Anggota DPRD DKI Jakarta Syarif menyebutkan bahwa ancaman Jakarta tenggelam bukan isapan jempol belaka.
Syarif mengatakan bahwa berdasarkan penelitian disebutkan bahwa akibat eksploitasi tanah yang masif menyumbang peningkatan penurunan muka tanah di Jakarta yang sangat signifikan.
Angoota DPRD DKI Jakarta itu pun meminta agar Peraturan Gubernur Nomor 93 Tahun 2021 tentang zonasi bebas air tanah perlu dirombak untuk mengantisipasi ancaman Jakarta tenggelam.
Selain itu, menurut Syarif, pergub tersebut dinilai minim partisipasi masyarakat saat penyusunannya.
“Pergub tersebut tidak ada partisipasi masyarakat, oleh sebab itu pergub ini harus dicabut dan dikeluarkan pergub baru sebab penggunaan air di Jakarta ini lebih banyak digunakan oleh sektor komersil,” jelas Syarif saat diskusi LPBI NU DKI di kantor PWNU Jakarta tentang “Pro dan Kontra Tentang Pergub Nomor 93 Tentang Zona Bebas Air Tanah” Jumat, (4/08/23).
Sementara itu, ketua Lembaga Penanggulangan Bencana Indonesia (LPBI) NU DKI Jakarta Laode Kamaludin menyampaikan bahwa Pasal 2 Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 1998 tentang Penyelenggaran dan Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah juga perlu ditinjau ulang demi jakarta Nol persen dari pengambilan air tanah.
“Penggunaan air tanah dengan meteran dimanfaatkan oleh pelaku industri, dengan pungutan pajak penggunaan air tanah mencapai miliaran tetapi tidak memikirkan dampak lingkungannya,” ujar laode kamaludin.
Kamal menegaskan jika LPBI NU DKI Jakarta akan terus melakukan komunikasi ke Pemda DKI dan kementerian ESDM serta Lembaga Peduli lingkungan dan perubahan iklim di Indonesia.
Pengurus LPBI NU Arief Rosyid Hasan menyampaikan bahwa forum diskusi seperti ini membangunkan kesadaran publik bahwa masalah air sekrusial itu, bahkan dapat berdampak pada tenggelamnya Jakarta.
“Berdasarkan data Kementerian PUPR di awal tahun ini, penyebab land subsidence atau penurunan muka tanah di Jakarta didominasi oleh ekstraksi berlebih air tanah. Jakarta juga mengalami penurunan muka tanah 12-18 cm pertahun,” ucap Arief Rosyid.
Diprediksi pada 2050 beberapa wilayah di pesisir Jakarta diprediksi akan tenggelam di antaranya: Kamal Muara (di bawah 3 meter), Tanjungan (di bawah 2.10 meter), Pluit (di bawah 4.35 meter), Gunung Sahari (di bawah 2,90 meter), Ancol (di bawah 1.70 meter), Marunda (di bawah 1.30 meter), dan Cilincing (di bawah 1 meter).
Dalam hal ini Arief Rosyid mengungkapkan bahwa LPBI NU sebagai leading sector pun ikut bertanggung jawab dalam mengoptimalkan peran agama dalam mitigasi bencana dan perubahan iklim termasuk krisis air sebagai sumber kehidupan.