VOICEINDONESIA.CO, Jakarta – Wacana mengenai penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke Arab Saudi dan negara-negara Timur Tengah kembali memicu perdebatan. Ketua Umum Persatuan Buruh Migran Indonesia,Anwar Ma’arif atau kerap di sapa Boby ini, menyoroti adanya dilema kebijakan yang tak kunjung usai dan lemahnya koordinasi pemerintah di masa lalu.
Menurutnya, pemerintah Indonesia dihadapkan pada pilihan sulit yang berakar pada sejarah panjang permasalahan PMI di kawasan Timur Tengah.
“Ada dilema antara penutupan dan pembukaan Arab Saudi,” kata Boby dikutip dari akun Facebook pada Selasa (17/06/2025).
Bobi menjelaskan bahwa dilema ini bukan tanpa alasan. Pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa pengiriman PMI ke Timur Tengah sering kali diwarnai berbagai persoalan serius yang merugikan para pekerja.
“Pemerintah Indonesia punya pengalaman menempatkan buanyak menempatkan Pekerja Migran Indonesia (PMI) ke Arab Saudi dan negara Timur Tengah lainnya, tetapi kemudian punya buanyak persoalan, dari yang kecil sampai yang besar, dari yang ringan sampai yang berat seperti terancam hukuman mati,” sambung Boby.
Ia juga mengkritik implementasi kebijakan moratorium atau penghentian sementara penempatan PMI ke Timur Tengah yang dicanangkan pada Mei 2015. Menurutnya, kebijakan tersebut tidak berjalan efektif karena tidak adanya kekompakan antar lembaga pemerintah.
Pada praktiknya, meski satu kementerian telah menutup pintu, jalur-jalur tidak resmi atau bahkan yang difasilitasi oleh oknum di lembaga lain tetap terbuka, membuat para pekerja migran tetap bisa berangkat dan rentan menjadi korban.
“Ketika penempatan ke Arab Saudi dan Timur Tengah ditutup pada Mei 2015, pejabat pemerintah itu enggak pada kompak. Menteri Tenaga Kerja menutup, yang lain meloloskan melalui bandara dan perbatasan. Akhirnya ditutup tapi terbuka,” tegas Bobi.