VOICEINDONESIA.CO, Jakarta – Pemerintah gencarkan perluasan program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek) bagi pekerja rentan di desa melalui optimalisasi anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes).
Kepala BPI Desa dan Daerah Tertinggal, Mulyadin Malik, mengatakan skema ini mencakup petani kecil, nelayan, dan buruh di desa-desa tertinggal.
Menurut Mulyadin, program seperti Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), dan Jaminan Hari Tua (JHT) sangat diperlukan untuk mencegah pekerja desa jatuh kembali ke kemiskinan.
Kemendes PDT telah menjalin kerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan sejak 2024 untuk memperkuat perlindungan tenaga kerja desa.
Mulyadin menyebut Kemendes akan menyusun pedoman teknis yang mewajibkan desa memasukkan program Jamsostek dalam Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes) dan APBDes tahunan.
Pendidikan dan literasi perlindungan pekerja pun akan digencarkan agar desa memahami pentingnya program ini. “Integrasi data pekerja rentan juga menjadi kunci agar sasaran bantuan tepat,” katanya.
Langkah ini sejalan dengan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2025 yang mendorong perluasan Jamsostek bagi pekerja miskin dan ekstrem.
Dukungan eksternal datang dari ILO, diwakili Ippei Tsuruga, yang mendesak revisi Undang‑Undang SJSN terutama terkait Jaminan Pensiun (JP) dalam lima tahun ke depan.
Sementara itu, pengamat publik Trubus Rahardiansyah dari Universitas Trisakti memberi catatan agar kepesertaan pekerja informal—seperti pengemudi daring dan pekerja desa—ditingkatkan melalui penguatan tata kelola program jaminan sosial.
Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat, Muhaimin Iskandar, menegaskan bahwa sinergi lintas kementerian/lembaga dan dukungan APBDes sejajar dengan target penghapusan kemiskinan ekstrem 0 persen pada 2026.
Ia mencontohkan pilot project berupa jaminan sosial bagi 100 orang miskin atau miskin ekstrem di setiap desa.
“Ini adalah bukti negara hadir melalui perlindungan sosial ketenagakerjaan untuk masyarakat paling rentan,” katanya.