VOICEINDONESIA.CO, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menyita sejumlah aset dalam pengembangan kasus dugaan pemerasan terkait pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) pada tahun 2019–2024.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo menyatakan penyitaan dilakukan selama dua hari berturut-turut, yakni pada Selasa (8/7) dan Rabu (9/7), dengan total nilai aset yang disita mencapai sekitar Rp11,4 miliar.
“Hari Rabu kemarin, kami menyita tujuh aset dari para tersangka,” kata Budi di Jakarta, Kamis (10/7/2025).
Aset yang Disita pada Rabu (9/7), KPK menyita tujuh aset dengan nilai sekitar Rp4,9 miliar, terdiri dari dua unit ruko di Jakarta senilai Rp1,2 miliar, satu rumah di Jakarta Selatan senilai Rp2,5 miliar, satu rumah di Depok senilai Rp200 juta, satu bidang sawah di Cianjur senilai Rp200 juta dan dua bidang tanah kosong di Bekasi senilai Rp800 juta.
Sehari sebelumnya, Selasa (8/7/2025), KPK menyita sepuluh aset lain dengan nilai sekitar Rp6,5 miliar, meliputi dua rumah senilai Rp1,5 miliar, empat unit kontrakan dan kos-kosan senilai Rp3 miliar, empat bidang tanah di Depok dan Bekasi dengan nilai taksiran Rp2 miliar.
Diketahui, kasus ini melibatkan delapan tersangka yang merupakan aparatur sipil negara (ASN) di Kemenaker, yaitu Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.
Mereka diduga telah mengumpulkan sekitar Rp53,7 miliar dari praktik pemerasan terhadap pemohon RPTKA selama periode 2019–2024.
Menurut KPK, dokumen RPTKA wajib dimiliki oleh tenaga kerja asing (TKA) agar dapat memperoleh izin kerja dan tinggal di Indonesia.
Tanpa dokumen tersebut, TKA bisa dikenai denda Rp1 juta per hari, yang dimanfaatkan oleh para tersangka untuk meminta pungutan ilegal dari perusahaan pemohon.
KPK juga mengungkapkan dugaan bahwa praktik pemerasan ini telah berlangsung sejak masa Abdul Muhaimin Iskandar (Cak Imin) menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada periode 2009–2014, kemudian berlanjut pada era Hanif Dhakiri (2014–2019) dan Ida Fauziyah (2019–2024).