VOICEINDONESIA.CO, Semarang – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang bersama 25 buruh perempuan mendatangi Pengawas Ketenagakerjaan Disnakertrans Provinsi Jawa Tengah untuk melaporkan serangkaian pelanggaran hak buruh dari PT Arindo Garmentama. Perusahaan garmen yang beroperasi di kawasan industri Candi, Semarang ini diduga telah mengabaikan hak-hak dasar para pekerja selama bertahun-tahun.
Pelaporan dilakukan pada Selasa (30/9/2025) setelah para buruh mengalami nasib tragis dirumahkan sejak masa pandemi Covid-19 hingga sekarang tanpa status kerja yang jelas. Selama dirumahkan, mereka tidak menerima upah sepeser pun dan tidak ada panggilan dari perusahaan untuk kembali bekerja. Kondisi ini memaksa para buruh yang rata-rata telah mengabdi 10 hingga 35 tahun mencari keadilan.
LBH Semarang menemukan perusahaan tidak pernah memberikan salinan perjanjian kerja kepada buruh. Padahal dalam Pasal 53 dan 54 UU 13/2003 mewajibkan pengusaha membuat perjanjian minimal rangkap dua dengan satu salinan untuk pekerja. Pelanggaran ini mencerminkan pengabaian sistematis terhadap hak-hak buruh sejak awal hubungan kerja.
Baca Juga: Pekerja Migran Overstay di Taiwan Bakal Kena Denda, Ini Rinciannya
Fakta lainnya terungkap bahwa buruh dengan masa kerja puluhan tahun tidak mendapatkan upah sesuai UMK Semarang. Perusahaan juga tidak melaksanakan mekanisme struktur dan skala upah bagi pekerja yang telah bekerja lebih dari satu tahun. Pelanggaran Pasal 90 ayat (1) UU 13/2003 ini dapat dikenai sanksi pidana penjara 1-4 tahun dan/atau denda Rp100-400 juta.
“Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum,” bunyi Pasal 90 ayat (1) yang dilanggar perusahaan.
Baca Juga: Kabar Gembira! Hong Kong Resmi Naikkan Upah Minimum Pekerja Domestik Asing Menjadi HKD 5.100
Para buruh juga dipaksa bekerja lembur hingga 3 jam setiap hari dan bahkan di hari Minggu untuk mengejar target produksi tanpa dibayar upah lembur. Praktik ini melanggar Pasal 78 UU 13/2003 yang mewajibkan pengusaha membayar upah kerja lembur dan hanya memperbolehkan lembur maksimal 3 jam per hari serta 14 jam per minggu dengan persetujuan pekerja.
Sebagian buruh tidak diikutsertakan dalam kepesertaan BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan padahal menjadi kewajiban perusahaan. Pelanggaran UU 40/2004 Pasal 19 ini dapat dikenai pidana penjara maksimal 8 tahun atau denda hingga Rp1 miliar. Perusahaan juga tidak memberikan hak cuti tahunan dan tidak mengakui surat sakit dari dokter.
“Seharusnya negara memberikan perlindungan serta menjamin hak-hak dasar dan menjamin dari perlakuan diskriminasi pabrik untuk mewujudkan kesejahteraan buruh khusus buruh perempuan PT Arindo Garmentama Semarang dan keluarganya,” tegas LBH Semarang dalam siaran persnya.
LBH Semarang mendesak Pengawas Ketenagakerjaan Disnakertrans Provinsi Jawa Tengah untuk secara aktif melakukan pemantauan dan pengecekan langsung terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dilaporkan. Tindakan ini sesuai dengan UU 13/2003, UU 21/2003 tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 81, Permenaker 33/2016, dan Permenaker 1/2020 tentang Tata Cara Pengawas Ketenagakerjaan.