VOICEINDONESIA.CO, Jakarta – Setelah lebih dari satu dekade menemani pendengar dengan lagu-lagu bernuansa melankolis dan penuh harapan, Kodaline akhirnya memutuskan untuk mengakhiri perjalanan mereka sebagai band. Keputusan ini diumumkan bersamaan dengan rencana perilisan album kelima yang akan menjadi karya terakhir sebelum mereka resmi berpisah.
Grup asal Irlandia itu menyampaikan kabar perpisahan lewat sebuah video emosional di akun media sosial resmi mereka, @kodaline, yang berisi pesan langsung dari seluruh anggota kepada para penggemar.
“Hai semuanya, setelah lebih dari satu dekade bersama, kami telah membuat keputusan sulit untuk mengucapkan selamat tinggal kepada Kodaline,” demikian pengumuman mereka di platform media sosial.
Dalam unggahan tersebut, keempat anggota—Steve Garrigan, Vincent May, Mark Prendergast, dan Jason Boland—menyampaikan bahwa keputusan ini bukanlah hal yang mudah.
“Kami tahu ini mungkin mengejutkan, dan bagi kami juga terasa pahit-manis,” tulis mereka dalam unggahan video di Instagram.
Kodaline kemudian mengenang perjalanan mereka sejak awal karier. Dari para pemuda yang bermusik di jalanan Dublin, mereka tumbuh menjadi band yang mampu mengisi panggung di berbagai negara dan festival besar dunia.
Bagi mereka, yang memulai karier sebagai musisi di jalanan Dublin, bisa manggung di berbagai bagian dunia merupakan mimpi yang menjadi kenyataan.
Band yang dikenal karena lirik-liriknya yang jujur dan emosional itu kini tengah bersiap menutup bab terakhir dalam karier musik mereka dengan satu album penutup.
“Kami ingin mengakhiri semua dengan baik, jadi sebelum mengucapkan selamat tinggal, kami akan masuk ke studio untuk terakhir kalinya guna merekam album kelima dan terakhir kami sebagai Kodaline,” kata mereka.
Dalam pernyataannya, Kodaline juga mengucapkan terima kasih kepada para penggemar yang telah mendukung mereka selama perjalanan panjang itu.
“Ini adalah perjalanan yang tidak akan pernah kami lupakan, dan kami berharap musik kami akan tetap hidup bersama kalian lama setelah kami pergi.”
Menurut laporan Independent (Inggris), perjalanan Kodaline berawal pada 2005 ketika mereka masih dikenal dengan nama 21 Demands. Perubahan nama menjadi Kodaline pada 2012 menandai pergeseran arah musikal mereka menuju pop alternatif dengan sentuhan sinematik dan emosional. Pada tahun yang sama, bassis Conor Linnane hengkang dan digantikan oleh Jason Boland.
Kesuksesan besar datang lewat album debut A Perfect World (2013) yang menempati posisi ketiga di tangga lagu Inggris dan menduduki peringkat pertama di Irlandia. Album itu melahirkan lagu-lagu ikonik seperti All I Want dan High Hopes, yang hingga kini menjadi anthem bagi banyak pendengar.
Seiring waktu, mereka melanjutkan karya lewat album Coming Up For Air (2015), Politics of Living (2018), dan One Day At A Time (2020). Masing-masing album menunjukkan evolusi musikal Kodaline—dari nuansa pop-rock yang lugas hingga eksplorasi produksi elektronik yang lebih matang.
Bagi penggemar Indonesia, kenangan paling kuat mungkin datang dari konser “The Politics of Living Tour” di Jakarta pada 1 Maret 2019. Saat itu, Kodaline tampil di depan sekitar 4.000 penonton dan membawakan 16 lagu, termasuk Follow Your Fire, Brand New Day, The One, Love Like This, Love Will Set You Free, dan tentu saja, All I Want yang menjadi penutup penuh emosi.
Kini, ketika mereka bersiap menutup lembaran terakhir, Kodaline meninggalkan warisan besar dalam musik alternatif modern. Mereka bukan hanya band yang menciptakan lagu-lagu indah, tetapi juga simbol perjalanan mimpi dari jalanan Dublin menuju panggung dunia — kisah tentang kejujuran, persahabatan, dan keberanian untuk tahu kapan waktunya berpamitan dengan elegan.