VOICEINDONESIA.CO, Jenewa – Komitmen politik pemerintah dalam melindungi Pekerja Migran Indonesia (PMI) diwujudkan melalui peningkatan anggaran signifikan yang mencapai lebih dari dua kali lipat dalam lima tahun terakhir.
Direktur Hak Asasi Manusia dan Urusan Migrasi Kementerian Luar Negeri, Indah Nuria Savitri, menyampaikan bahwa reformasi kelembagaan dan peningkatan anggaran menjadi dua pilar utama transformasi perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI).
“Penguatan kelembagaan ini digandeng dengan peningkatan alokasi anggaran nasional yang konsisten dan signifikan, yang meningkat dari Rp 260 miliar pada 2020 menjadi lebih dari Rp 687 miliar pada 2025, yang didedikasikan semata-mata untuk program perlindungan dan pemberdayaan pekerja migran,” ungkap Indah saat memaparkan pencapaian Indonesia dalam forum Komite Perlindungan Pekerja Migran yang digelar melalui Sidang PBB di Jenewa, Rabu (03/12/2025).
Baca Juga: RI Ajak Kerja Sama Global Berantas Sindikat Kejahatan Transnasional
Peningkatan anggaran ini sejalan dengan transformasi kelembagaan yang dilakukan pemerintah. Badan yang sebelumnya menangani perlindungan PMI ditingkatkan statusnya menjadi kementerian penuh untuk memperkuat koordinasi dan akuntabilitas.
“Kami telah meningkatkan bekas badan menjadi Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia untuk mengkonsolidasikan mandat yang terfragmentasi, memperkuat koordinasi kelembagaan, dan akuntabilitas terkait perlindungan pekerja migran,” jelas Indah.
Baca Juga: Angka Kematian PMI Ilegal di Kamboja Melonjak Hingga 110 Orang Dalam 5 Tahun
Reformasi ini menyelesaikan tumpang tindih kewenangan yang selama ini menghambat efektivitas perlindungan. Kementerian baru ini memiliki peran ganda yang komprehensif.
“Kementerian sekarang berfungsi baik sebagai regulator yang bertanggung jawab untuk penetapan kebijakan, perumusan standar dan mekanisme koordinasi, dan sebagai operator yang menyediakan layanan perlindungan langsung kepada pekerja migran,” tegas Indah.
Peningkatan status kelembagaan ini bukan sekadar perubahan nomenklatur, tetapi mencerminkan prioritas nasional yang nyata dalam melindungi warga negara di luar negeri.
“Pendirian kementerian mencerminkan komitmen politik kuat Indonesia untuk menempatkan perlindungan pekerja migran di garis depan prioritas nasional,” ungkap Indah dengan penuh keyakinan.
Direktur Jenderal Pelindungan KP2MI, Rinardi Rusman, menambahkan bahwa upaya pencegahan migrasi tidak prosedural menunjukkan hasil nyata melalui sistem terintegrasi yang dibangun pemerintah.
“Kami memiliki prosedur perekrutan yang diawasi pemerintah yang kuat melalui sistem terintegrasi, atau apa yang kami sebut Cisco P2MI. Hanya pada 2025, upaya kami berhasil mencegah 5.913 individu dari upaya bermigrasi melalui jalur tidak teratur,” jelas Rinardi dalam sidang yang sama.
Pemerintah juga memprioritaskan peningkatan kerja sama bilateral melalui perjanjian ketenagakerjaan bilateral yang menempatkan prinsip-prinsip perlindungan sebagai prioritas utama. Kesepakatan dengan Malaysia menjadi model yang diharapkan bisa direplikasi ke negara tujuan lainnya.
“Kami memprioritaskan peningkatan kerja sama bilateral melalui perjanjian ketenagakerjaan bilateral yang memancarkan prinsip-prinsip perlindungan, seperti penempatan tanpa biaya dan sistem satu saluran dalam perjanjian kami dengan Malaysia,” ungkap Rinardi.
Tantangan baru berupa operasi penipuan online juga ditangani secara serius dengan pembentukan tim khusus. Hasil penanganan menunjukkan efektivitas koordinasi antar lembaga sejak 2024.
“Tim respons perdagangan siber kami telah mengidentifikasi dan merepatriasi 1.324 korban dari Kamboja, Myanmar, dan Laos sejak 2024. Rencana Aksi Nasional untuk Memerangi Perdagangan Orang memandu upaya penegakan hukum terkoordinasi dan upaya reformasi korban kami,” tegasnya.
Sistem pengaduan yang accessible juga menunjukkan kepercayaan masyarakat terhadap negara. Angka pengaduan yang tinggi justru mengindikasikan bahwa sistem bekerja dengan baik dalam periode 2017 hingga Maret 2025.
“Kami telah menerima dan menyelesaikan 20.675 pengaduan melalui berbagai saluran yang mudah diakses, termasuk call center nasional dan layanan WhatsApp selama periode 2017 hingga Maret 2025,” pungkas Rinardi.
Pemerintah juga mengakui kesenjangan kritis dalam sistem data, khususnya kurangnya data terdisagregasi spesifik tentang pekerja migran tidak berdokumen dan anggota keluarga mereka yang telah dideportasi, serta anak-anak migran tanpa pendamping. Komitmen dibuat untuk membangun database terpusat dan komprehensif yang melacak semua aspek Konvensi.
Kementerian Komunikasi dan Informatika Indonesia juga telah menyediakan layanan pengaduan untuk konten penipuan di situs web, platform digital, serta media sosial melalui situs adwancontent.id. Mekanisme untuk memeriksa dan melaporkan rekening bank yang dicurigai penipuan juga tersedia melalui situs checkrekening.id.

