Banner
Live Streaming VOICEIndonesia

Kegagalan Sistem Dokumen Pekerja Migran Terbongkar Gara-gara Kebakaran Hong Kong

by Sintia Nur Afifah
0 comments
A+A-
Reset
Foto : Insiden kebakaran tragis yang melanda kompleks Wang Fuk Court, Tai Po, pada Rabu (26/11).(dok.Voiceindonesia.co/ist)

VOICEINDONESIA.CO, Jakarta – Tragedi kebakaran hebat di Taipo, Hongkong, membuka gunung es permasalahan pekerja migran Indonesia. Keluarga korban tidak memiliki salinan dokumen pekerja, membuktikan pasal 6 UU PPMI tentang hak mendapatkan salinan dokumen hanya di atas kertas.

Ketua KABAR BUMI, Karsiwen mengungkapkan fakta mencengangkan pascakebakaran yang menewaskan 9 pekerja migran Indonesia dalam konferensi pers yang digelar Jaringan Advokasi Kawal Revisi UU PPMI, Jumat (05/12/2025). Semua keluarga korban tidak memiliki salinan dokumen anggota keluarga mereka yang bekerja di Hongkong.

“Seperti kasusnya tragedi Taipo-Hongkong, semua keluarga migran itu tidak mempunyai salinan dokumen. Nah ini kan ada hal yang keliru yang bisa kita telusuri,” ungkapnya.

Baca Juga: Di Sidang PBB, Pemerintah Klaim Anggaran Pelindungan PMI Melonjak 164 Persen

Karsiwen menelusuri akar masalah hingga ke proses keberangkatan. Sejak awal, perusahaan penempatan tidak pernah memberikan salinan dokumen kepada keluarga pekerja migran.

“Ternyata sejak di awal ketika pekerja migran Indonesia berangkat, P3MI itu tidak pernah memberikan salinan kepada keluarga. Yang ada, kadang-kadang hanya fotokopi yang mereka berikan kepada mereka, dimana itu pun untuk menjamin supaya pekerja migran Indonesia yang bekerja di luar negeri memenuhi kewajiban membayar biaya potongan,” tegasnya.

Karsiwen mengungkapkan praktik curang perusahaan penempatan yang menjadikan dokumen sebagai jaminan pembayaran. Ketika pekerja migran tidak membayar potongan, yang dipanggil justru keluarganya di Indonesia.

“Ketika tidak membayar biaya potongan, yang akan dipanggil adalah pekerja migran atau keluarganya. Dan disini terlihat jelas bahwa hak pemilikan dokumen pun pemerintah belum memikirkan bagaimana implementasinya,” kritiknya.

Karsiwen mengungkapkan hasil survei Kabar Bumi yang mengejutkan. Tujuh dari sepuluh pekerja migran Indonesia mengalami penahanan dokumen oleh agen dan perusahaan penempatan.

“Di survei yang dilakukan oleh Kabar Bumi, 7 dari 10 orang pekerja migran Indonesia mengalami penahanan dokumen. Karena mereka bagaimana memberikan salinan kepada keluarganya kalau dokumen sendiri itu ditahan oleh agen dan juga ditahan oleh P3MI,” ungkapnya.

Karsiwen menegaskan tragedi ini menjadi kritikan besar terhadap implementasi UU PPMI. Pemerintah belum memikirkan bagaimana memastikan keluarga pekerja migran memiliki salinan dokumen sehingga mereka tahu dimana anaknya bekerja.

“Ini juga menjadi salah satu kritikan besar saat ini bahwa mereka akhirnya takut, khawatir. Sehingga mereka tahu sebenarnya anaknya di Hongkong itu kerja di mana, di perumahan siapa, majikannya siapa, kerjanya apa,” pungkasnya.

Ketua Umum SEBUMI-KSBSI, Yatini Sulistyowati menambahkan tragedi Taipo menunjukkan ketiadaan skema perlindungan sosial bagi korban dan keluarganya. Korban yang mengalami trauma mental tidak mendapat pendampingan memadai.

“Ada 140 korban yang terdata oleh pemerintah kita maupun pemerintah Hongkong. 9 meninggal dunia, 30 hilang dan 100 di rumah sakit. Dan 100 itu dalam trauma mental. Nah bagaimana jaminan sosial, itu adalah bagian kecelakaan kerja yang harusnya menjadi concern tersendiri oleh pemerintah kita,” paparnya.

Yatini menjelaskan korban kebakaran yang kehilangan tempat kerja dan mengalami trauma mendalam seharusnya mendapat jaminan sosial khusus. Namun skema perlindungan untuk situasi seperti ini belum ada.

“Bagaimana mereka yang sudah meninggal dan tidak teridentifikasi, bagaimana mereka yang ada di rumah sakit termasuk bagaimana keluarganya. Mereka sebagai pencari nafkah akhirnya putus pencarian nafkah. Harusnya ada skema-skema yang dilakukan oleh pemerintah kita untuk melindungi mereka pekerja migran itu sendiri dan keluarganya,” jelasnya.

Yatini menambahkan banyak oknum tidak bertanggung jawab yang mengaku sebagai pendamping untuk menguras uang keluarga korban. Ketiadaan dokumen membuat keluarga rentan terhadap penipuan.

“Banyak sekali oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab yang mengaku sebagai pendamping untuk mengarahkan beberapa hal-hal yang perlu dipersiapkan ketika keluarganya menjadi korban kebakaran. Ini kan jadi satu kasus yang sebenarnya mengungkap gunung es permasalahan dari pekerja migran Indonesia sendiri,” kritiknya.

Editorial VOICEIndonesia

Tentang VOICEINDONESIA.CO

LOGO-VOICEINDONESIA.CO-Copy

VOICEIndonesia.co Merupakan Rumah untuk berkarya, Menyalurkan Bakat, Ide, Beradu Gagasan menyampaikan suara Rakyat dari pelosok Negeri dan Portal berita pertama di Indonesia yang secara khusus mengulas informasi seputar Ketenagakerjaan, Juga menyajikan berita-berita Nasional,Regional dan Global . VOICEIndonesia.co dedikasikan bukan hanya sekedar portal informasi berita online biasa,Namun lebih dari itu, menjadi media mainstream online pertama di Indonesia,menekankan akurasi berita yang tepat,cepat dan berimbang , cover both side, reading tourism, user friendly, serta riset.

KONTAK

HOTLINE / WHATSAPP :

Follow VOICEINDONESIA.CO