BERAKHIRNYA musim haji bukan hanya menandai kepulangan jutaan jemaah ke tanah air, tetapi juga membuka celah yang mengkhawatirkan bagi para sindikat penempatan Pekerja Migran Indonesia (PMI) secara ilegal.
Di saat perhatian publik bergeser dari ibadah ke agenda lain, para pelaku kejahatan ini justru bergerak cepat memanfaatkan momen. Mereka mengincar para calon pekerja yang tergiur janji manis, tanpa menyadari risiko besar yang menanti di ujung sana.
Selama ini, kita tahu bahwa penempatan ilegal PMI ke Timur Tengah, khususnya Arab Saudi, dilakukan oleh jaringan kecil. Bahkan, pelaku utamanya seringkali tidak lebih dari lima orang.
Ini seharusnya menjadi petunjuk penting bagi pemerintah. Jika kita benar-benar serius memberantas sindikat ini, langkah yang paling efektif dan logis adalah memperketat pengawasan di pintu keluar utama: bandara internasional dan pelabuhan. Tindakan ini akan menjadi pukulan telak bagi para sindikat, karena memutus mata rantai pengiriman di tahap paling krusial.
Pemerintah punya semua instrumen untuk melakukan hal ini. Selama ini, kita sering mendengar kegagalan penegakan hukum di lapangan, padahal proses menjadi PMI prosedural sejatinya sangat ketat.
Mulai dari surat keterangan desa, verifikasi Dinas Ketenagakerjaan, pemeriksaan kesehatan, hingga penerbitan paspor oleh Imigrasi.
Semua tahapan ini adalah benteng pertahanan yang seharusnya tidak bisa ditembus. Jika setiap tahapan ini dijalankan dengan integritas dan pengawasan ketat, tidak akan ada lagi celah bagi calo untuk menyusupkan calon PMI secara non-prosedural.
Meningkatnya pengawasan tidak hanya bertujuan untuk menekan angka penempatan ilegal, tetapi juga untuk memastikan kompetensi dan perlindungan menyeluruh bagi para PMI.
Dengan mengikuti prosedur yang benar, calon PMI akan dibekali pelatihan yang memadai, sehingga mereka siap menghadapi tantangan di negara tujuan. Ini sejalan dengan misi pemerintah untuk mengirimkan tenaga kerja yang berkualitas, bukan hanya sekadar mengurangi angka pengangguran.
Kini, bola ada di tangan pemerintah. Kita tidak bisa lagi beralasan bahwa sindikat ini terlalu besar atau sulit dilacak. Kuncinya adalah kolaborasi yang kuat antarlembaga: Kementerian Ketenagakerjaan, Kementrian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (Kemen P2MI)/Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Imigrasi, dan Kepolisian.
Pengawasan terpadu di pintu-pintu keluar negeri, ditambah dengan sosialisasi masif kepada masyarakat, akan menjadi formula jitu untuk mengakhiri praktik ilegal yang telah merenggut hak dan masa depan ribuan PMI.
Momen pasca-haji ini adalah kesempatan emas untuk menunjukkan komitmen nyata dalam melindungi warga negara kita, di mana pun mereka berada.