VOICEINDONESIA.CO,Jakarta – Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan bersama Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok (RRT) menjalin kerja sama bidang keselamatan maritim mulai pengawasan kapal, perlindungan lingkungan laut, hingga keselamatan navigasi dan pelayanan.
“Latar belakang diinisiasinya perjanjian kerja sama ini adalah keinginan kedua belah pihak untuk mengurangi kapal-kapal yang tidak memenuhi standar, sehingga menimbulkan risiko keselamatan jiwa dan juga pencemaran lingkungan laut,” kata Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kemenhub Antoni Arif Priadi di Jakarta, Jumat.
Kementerian Perhubungan menandatangani Memorandum of Cooperation (MoC) dengan Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok (RRT) melalui Administrasi Keselamatan Maritim RRT tentang Keselamatan Maritim di Jakarta.
Perjanjian kerja sama ditandatangani Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kemenhub Antoni Arif Priadi dan Executive Director General Administrasi Keselamatan Maritim RRT Xu Wei.
Kerja sama bertujuan untuk meningkatkan keselamatan maritim yang meliputi beberapa bidang, yaitu pengawasan keselamatan kapal, perlindungan lingkungan laut, fasilitasi transportasi maritim, keselamatan navigasi dan pelayanan, kepelautan, urusan internasional, dan bidang lain yang disepakati bersama.
Antoni mengungkapkan selama periode 2023-2024, Administrasi Keselamatan Maritim RRT telah melakukan detensi terhadap 14 kapal berbendera Indonesia, sementara jumlah kunjungan kapal berbendera Indonesia ke Tiongkok cukup banyak.
“Hal ini disebabkan karena sertifikat yang diterbitkan oleh Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) sebagai recognized organization (RO) belum diakui secara menyeluruh di Tiongkok, terkait belum adanya izin bagi BKI untuk berkegiatan di Tiongkok dan belum masuknya BKI dalam keanggotaan IACS,” katanya.
Baca Juga : OJK bahas kerja sama pelindungan konsumen dengan Korsel dan Hong Kong
Status detensi ini, menurut Antoni, tentunya sangat merugikan posisi flag state atau negara bendera kapal. Apalagi saat ini Indonesia berada pada posisi cluster white-list, yang harus tetap dipertahankan dengan cara membangun komunikasi-komunikasi yang dapat mempererat hubungan bilateral antara negara-negara anggota International Maritime Organization (IMO), khususnya yang tergabung dalam Tokyo Memorendum of Understanding on Port State Control (Tokyo MoU).
“Inilah salah satu pertimbangan untuk meningkatkan kerja sama yang lebih intensif antara Ditjen Perhubungan Laut dengan Administrasi Keselamatan Maritim Tiongkok, khususnya di bidang Port State Control (PSC) dan Flag State Control (FSC),” ujar Antoni.
“Sesuai dengan hukum dan peraturan internasional yang relevan, untuk meningkatkan kualitas kapal-kapal dari masing-masing negara, sehingga risiko yang mengancam keselamatan pelayaran dapat diturunkan,” tambah Antoni.
Perjanjian kerja sama ini, jelas Antoni, berlaku untuk jangka waktu awal lima tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu berikutnya oleh salah satu Pihak dengan memberikan pemberitahuan tertulis sekurang-kurangnya enam bulan sebelum berakhirnya jangka waktu awal melalui saluran diplomatik.
“Adapun bidang kerja sama yang ditetapkan dalam perjanjian ini dapat dilakukan dengan berbagai cara dan sarana termasuk pertemuan berkala, seminar, penelitian bersama, pelatihan, pertukaran informasi dan personil atau mekanisme lain yang disetujui oleh para pihak,” katanya.
Lebih lanjut, Antoni juga mengatakan bahwa penandatanganan ini merupakan salah satu capaian penting yang dihasilkan dari pertemuan antara Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto dengan Presiden Republik Rakyat Tiongkok Xi Jinping akhir pekan ini.
“Saya yakin seluruh pihak yang terlibat telah mengupayakan yang terbaik dalam menyusun perjanjian kerja sama ini. Saya ucapkan banyak terima kasih pada semua yang terlibat dalam diskusi, baik dari pihak Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok,” kata Antoni.