VOICEINDONESIA.CO, Jakarta – Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KemenP2MI) menegaskan komitmennya memperkuat tata kelola penempatan dan pelindungan pekerja migran Indonesia (PMI).
Hal tersebut ditekankan melalui penyelarasan regulasi dan diplomasi pelindungan yang lebih terukur serta berkelanjutan.
Direktur Jenderal Pelindungan KemenP2MI, Rinardi, menyampaikan hal itu dalam forum bertajuk “Kajian Kritis: Regulasi, Layanan, dan Diplomasi Tenaga Kerja Domestik serta Pelindungan Pekerja Migran Indonesia” yang digelar DPP PDI Perjuangan di Jakarta, Kamis (9/10/2025).
Menurutnya, arah kebijakan pelindungan pekerja migran kini dijalankan secara menyeluruh sejak pra-penempatan, masa bekerja, hingga purna penempatan, sebagai bentuk kehadiran negara di setiap tahapan migrasi tenaga kerja.
Baca Juga: Bonus Demografi Jadi Peluang Anak Muda Indonesia Masuki Pasar Kerja Global
“Kebijakan pelindungan kini dijalankan secara utuh: mulai dari koordinasi, pelayanan, pengawasan, hingga pemberdayaan sosial-ekonomi bagi pekerja migran purna tugas dan keluarganya,” ujar Rinardi.
Transformasi ini merupakan bagian dari restrukturisasi kelembagaan setelah terbitnya Perpres Nomor 139, 165, dan 166 Tahun 2024, yang menegaskan fungsi pelindungan sebagai tugas utama kementerian.
Selain itu, KemenP2MI juga memprioritaskan penertiban penempatan non-prosedural. Sepanjang 2025, sebanyak 5.014 calon PMI berhasil dicegah berangkat secara ilegal.
“Banyak yang tergiur dengan iming-iming keberangkatan cepat, padahal berisiko tinggi. Karena itu, pencegahan harus dilakukan secara sistematis dan lintas lembaga,” ujarnya.
Baca Juga: PMI Asal Indramayu Tewas Dalam Kecelakaan di Hong Kong, Ini Kronologinya
Rinardi menegaskan, upaya penanganan tidak hanya melalui penindakan, tetapi juga melalui edukasi publik dan perubahan pola pikir masyarakat desa agar memahami pentingnya keberangkatan legal dan aman.
Untuk mempercepat respons terhadap laporan masyarakat, KemenP2MI kini memperluas layanan pengaduan berbasis digital, termasuk kanal WhatsApp resmi.
Dari sisi diplomasi, KemenP2MI memperkuat kerja sama bilateral agar penempatan hanya dilakukan ke negara yang memiliki sistem hukum, jaminan sosial, dan perjanjian kerja sama yang jelas.
“Diplomasi pelindungan kami arahkan agar setiap perjanjian bilateral tidak hanya membahas aspek penempatan, tetapi juga menjamin pelindungan hukum, sosial, dan ekonomi bagi PMI,” tutur Rinardi.
Ia menambahkan, diplomasi pelindungan bukan sekadar penyelesaian kasus di luar negeri.
Tetapi menjadi instrumen utama kehadiran negara dalam memastikan hak-hak pekerja migran terjaga melalui mekanisme bilateral dan multilateral.
KemenP2MI kini tengah menyusun roadmap jangka menengah sebagai panduan pelaksanaan strategi pelindungan terintegrasi.
Dokumen ini akan menata hubungan kelembagaan, memperkuat interoperabilitas data lintas instansi, serta memastikan sistem pelayanan dan diplomasi pelindungan berjalan dalam satu sistem nasional.
“Melalui harmonisasi regulasi dan diplomasi pelindungan, kami ingin memastikan pelindungan PMI tidak lagi bersifat sektoral, tetapi menjadi satu sistem yang utuh, cepat, dan dapat dipertanggungjawabkan,” tegas Rinardi.
Forum tersebut menjadi ruang kolaborasi antara pemerintah, partai politik, dan masyarakat untuk memperkuat fondasi kebijakan pelindungan pekerja migran secara berkelanjutan.