VOICEINDONESIA.CO, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa empat orang saksi dalam kasus dugaan pemerasan terkait pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA). Pemeriksaan dilakukan secara serentak di dua lokasi berbeda yakni Jakarta dan Surabaya pada Kamis (19/6/2025).
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengungkapkan bahwa satu saksi diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, yakni JEH, Manajer Umum PT Surya Artajaya sejak tahun 2022 hingga sekarang.
“Selain itu, pemeriksaan dilakukan di Polrestabes Surabaya, Jawa Timur, atas nama JIG (direktur utama di PT Maju Mapan Melayani), AH (staf administrasi berkasi di PT Maju Mapan Melayani), dan JKG (wiraswasta),” ujar Budi, dikutip dari ANTARA, Jakarta, Kamis (19/6/2025).
Baca Juga: KPK Periksa ASN Kemnaker Aktif hingga Pensiunan dalam Kasus Pemerasan RPTKA
KPK telah memanggil sejumlah saksi pada Senin (16/6/2025) lalu. Saksi yang diperiksa antara lain Eden Nurjaman sebagai wiraswasta, Staf Ahli Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muller Silalahi, dan pensiunan ASN Kemenaker Jagamastra.
KPK juga memeriksa fungsional pada Direktorat Bina Pemeriksaan Norma Ketenagakerjaan Jadi Erikson Pandapotan Sinambela. Saksi lainnya adalah Direktur Utama PT Dienka Utama Barkah Adi Santosa yang turut diperiksa dalam kasus ini.
Baca Juga: KPK Periksa Eks Staf Ahli Menteri Era Cak Imin terkait Kasus RPTKA
Penyidik KPK memanggil Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan era Hanif Dhakiri, Luqman Hakim, sebagai saksi pada Selasa (17/5/2025) kemarin. KPK kemudian memeriksa tersangka Haryanto pada Rabu (18/5/2025) terkait kasus pemerasan tersebut.
KPK mengungkapkan identitas delapan tersangka kasus pemerasan pengurusan RPTKA di Kemenaker pada 5 Juni 2025. Tersangka adalah ASN Kemenaker Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.
KPK menyatakan para tersangka mengumpulkan sekitar Rp53,7 miliar dari pemerasan pengurusan RPTKA dalam kurun waktu 2019-2024. Komisi antikorupsi menjelaskan RPTKA merupakan persyaratan wajib bagi tenaga kerja asing untuk bekerja di Indonesia.
KPK mengungkapkan bahwa tanpa RPTKA dari Kemenaker, penerbitan izin kerja dan izin tinggal akan terhambat. Tenaga kerja asing akan dikenai denda Rp1 juta per hari sehingga pemohon RPTKA terpaksa memberikan uang kepada tersangka.
Kasus pemerasan pengurusan RPTKA diduga terjadi sejak era Muhaimin Iskandar alias Cak Imin saat menjabar Menakertrans periode 2009-2014. Kasus itu kemudian berlanjut pada masa Menteri Hanif Dhakiri tahun 2014-2019 dan Ida Fauziyah pada 2019-2024.