VOICEIndonesia.co, Jakarta – Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mengapresiasi komitmen Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) untuk segera menyesuaikan kembali aturan terkait biaya penempatan di luar negeri pada tahun pertama era Kabinet Merah Putih.
“Semoga itu bukan sekadar janji manis. Para buruh migran siap mendukung Pak Menteri,” kata Sekretaris Jenderal Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Juwarih di Jakarta, Kamis (24/10/2024).
Dia menjelaskan bahwa secara umum para pekerja migran Indonesia siap mengeluarkan biaya penempatan sebagai bagian dari tanggung jawab bersama, namun tidak dengan biaya yang sangat mahal seperti saat ini.
Baca Juga: Menlu RI tekankan penguatan kerja sama pembinaan SDM dengan Malaysia
SBMI mengkonfirmasi pekerja migran Indonesia masih harus mengeluarkan biaya hingga lebih dari Rp90-100 juta untuk menanggung biaya penempatan dengan komponen di antaranya seperti visa kerja, jasa agensi perekrutan, pelatihan kerja, sertifikasi, asuransi pemulangan, asuransi kecelakaan kerja, hingga transportasi.
Padahal sebagaimana diatur dalam Pasal 30 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 menyebutkan para pekerja migran Indonesia tidak boleh dibebankan biaya penempatan.
Namun, ia mengungkapkan bahwa pihaknya memahami kondisi di lapangan yang mana pekerja migran Indonesia masih didominasi sektor nonformal sehingga keputusan yang diambil juga menyesuaikan prinsip ekonomi (supply-demand).
Baca Juga: Polda Aceh tetapkan delapan DPO penyelundupan imigran Rohingya
Sehingga pada Ayat 2 Pasal 30 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 memberi kewenangan Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) untuk melakukan penyesuaian.
“Kami bisa memahami kondisinya yang penting berkeadilan, murah. Bagaimana caranya supaya biaya bisa murah maka biaya penempatan harus diatur secara spesifik dalam peraturan menteri karena sudah berubah nomenklatur, dalam waktu yang dijanjikan,” cetusnya.*