VOICEINDONESIA.CO, Jakarta – Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) turun tangan menangani kasus seorang Warga Negara Indonesia (WNI) korban penipuan online di Kamboja yang masih mendapat ancaman dari sindikat, Minggu (26/10/2025).
Wakil Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Dzulfikar Ahmad Tawalla, menjelaskan korban awalnya berangkat ke Singapura pada September lalu melalui kenalan adiknya. Namun, tanpa disadari, korban justru dibawa ke Kamboja dan dijadikan pekerja paksa di perusahaan penipuan daring.
“Pada tanggal 17 Oktober 2025, yang bersangkutan mengabari bahwa yang bersangkutan secara tidak sadar berada di Kamboja untuk dijadikan pekerja paksa penipuan,” ujar Dzulfikar.
Baca Juga: 90 PMI “Bermasalah” Berhasil Dipulangkan
Menurut Dzulfikar, pada 21 Oktober korban berhasil melarikan diri dan meminta perlindungan ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Phnom Penh. Saat melapor, korban masih menerima ancaman dari perusahaan tempatnya dieksploitasi.
“Disampaikan kepada kami, bahwa kondisi yang bersangkutan 80 persen aman dan yang bersangkutan ganti nomor dan rahasia. Selanjutnya Dit. LPMA PMI BAKUM akan menyiapkan surat resmi KP2MI ke Perwakilan RI untuk bantuan penanganan permasalahan yang bersangkutan,” katanya.
Baca Juga: 139 PMI Ilegal Dideportasi dari Malaysia, Mayoritas Berasal dari Sulsel
Ayah korban, Firman, menceritakan anaknya sempat menunjukkan pesan-pesan teror dari nomor tak dikenal setelah berhasil kabur dari lokasi sindikat. Ia mengungkapkan anaknya bisa melarikan diri karena mendapat kesempatan keluar untuk mengambil pesanan makanan.
“Disandera dan dijadikan pekerja paksa untuk penipuan online. Sampai akhirnya bisa kabur punya rencana kabur, karena dia ditugaskan pesan makan online dan jemput makanan di depan ruko, Selasa (21/10) pukul 20.00 waktu setempat,” kata Firman kepada wartawan.
Firman mengaku anaknya berhasil kabur bersama temannya pada Rabu dini hari dan langsung menuju KBRI Phnom Penh menggunakan mobil sewaan. Ia menambahkan, anaknya kini masih membutuhkan bantuan karena biaya penginapan dan kebutuhan sehari-hari di Kamboja belum ditanggung pihak KBRI.
“Katanya proses urus berkas lama bisa sampai enam bulan dan tidak ada tempat tinggal. Kami harus cari biaya sendiri untuk anak saya menginap, makan juga biaya tiket di hotel sekitar KBRI, sedangkan kami orang tua tidak punya uang untuk biaya itu,” ujarnya.
Firman berharap pemerintah segera membantu pemulangan anaknya dan mempercepat penanganan kasus pekerja migran yang menjadi korban penipuan online di luar negeri.
