Tanjungpinang – Komisi IX DPR RI mendesak perbaikan menyeluruh terhadap ekosistem ketenagakerjaan di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), dengan fokus pada peningkatan penyerapan tenaga kerja lokal dan pemenuhan kebutuhan pengawas ketenagakerjaan.
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Nihayatul Wafiroh menyoroti tingginya angka pengangguran di Kepri, yang tidak sepenuhnya berasal dari penduduk setempat. Kepri, yang berbatasan langsung dengan negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Vietnam, dan Kamboja, memiliki dinamika pergerakan tenaga kerja yang cukup tinggi.
“Bisa jadi 50 persen dari Jawa, Sumatera, atau kepulauan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa pergerakan warga antar wilayah sangat dinamis dan menuntut perhatian khusus dari pemerintah daerah dan pusat,” ujarnya saat kunjungan kerja spesifik bersama mitra kerja di Rumah Daerah (rumdis) Gubernur Kepulauan Riau, Tanjungpinang, Senin (24/11/2025).
Nihayatul menegaskan bahwa Kepri perlu mengoptimalkan tujuh Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang ada di wilayah tersebut sebagai motor penggerak utama dalam peningkatan penyerapan tenaga kerja lokal.
Ia menyatakan, masyarakat Kepri tidak boleh hanya menjadi penonton dalam pergerakan ekonomi daerah.
“Kita ingin masyarakat Kepri bukan hanya menjadi penonton atau tukang parkir, tetapi juga menjadi lokomotif bagi pergerakan ekonomi di daerah ini,” kata Nihayatul.
Karena itu, pemerintah daerah didorong untuk menyiapkan program inklusif agar setiap peluang kerja benar-benar dapat diakses penduduk lokal.
Namun upaya tersebut harus dibarengi dengan penguatan pengawasan ketenagakerjaan. Dari hasil pertemuan dengan Gubernur Kepri, terungkap adanya kekurangan pengawas ketenagakerjaan yang cukup signifikan.
“Dengan kebutuhan mencapai lebih dari 100 pengawas, saat ini hanya ada sekitar 40 yang berfungsi aktif. Ini berarti kita masih memerlukan setidaknya 60 pengawas lagi,” ungkap Nihayatul.
Legislator Fraksi PKB itu menilai lemahnya pengawasan membuat kondisi kerja dan perlindungan hak pekerja belum optimal. Tantangan geografis Kepri yang terdiri dari banyak pulau juga menyebabkan pengawasan menjadi lebih kompleks.
Untuk itu, ia meminta Kementerian Ketenagakerjaan serta Kementerian PAN-RB memberikan prioritas khusus.
“Kita masih memiliki slot sekitar 2.000 untuk pengawas di Kementerian PAN-RB. Kami mendorong agar 60 pengawas ini dapat segera diisi, mengingat keluasan dan karakteristik wilayah ini,” jelasnya.
Ia juga menyoroti praktik perusahaan yang tidak mendaftarkan pekerjanya secara benar di BPJS Ketenagakerjaan. “Contoh kasus di mana sebuah perusahaan dengan seribu pekerja hanya mendaftarkan 200 atau 300 orang di BPJS ketenagakerjaan tidak boleh terjadi lagi. Dengan adanya pengawas ini, diharapkan setiap perusahaan mampu memenuhi kewajibannya,” tegasnya.
Selain itu, Nihayatul menekankan pentingnya menjaga kualitas SDM pengawas yang sudah dilatih agar tidak dialihkan ke dinas lain. Menurutnya, investasi pelatihan harus dihargai dan diarahkan kembali untuk memperkuat fungsi pengawasan.
Dalam konteks penyaluran tenaga kerja, ia juga menegaskan pentingnya alokasi 2.000 posisi pengawas agar Kepri mendapatkan jatah yang memadai. “Kita minta agar 60 kebutuhan orang untuk pengawas di Kepri ini bisa dipenuhi,” tegasnya.
Melihat tingginya tantangan sekaligus potensi yang dimiliki Kepri, Nihayatul menekankan perlunya sinergi kuat antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan pihak perusahaan.
Upaya memperbaiki ekosistem ketenagakerjaan bukan hanya soal kebijakan, tetapi juga komitmen kolektif dalam memastikan pekerja lokal terserap, hak-hak pekerja dilindungi, dan pengawasan berjalan efektif demi terciptanya lingkungan kerja yang aman dan produktif.
