VOICEINDONESIA.CO, Jakarta –Kenaikan tarif cukai hasil tembakau disebut menjadi penyebab utama pemutusan hubungan kerja (PHK) di salah satu perusahaan rokok terbesar, PT Gudang Garam Tbk.
Wakil Ketua Umum, FSP-RTMM-SPSI Andreas Hua menjelaskan bahwa sebagian besar harga rokok sudah diserap oleh kewajiban setoran negara. Hal ini membuat ruang gerak perusahaan semakin terbatas, hingga menekan kesejahteraan karyawan.
“Rokok ini kalau satu bungkus harganya Rp10.000, sebelum ini diproduksi 75% kita harus sudah bayar ke negara. Kalau Rp10.000 harganya rokok ini berarti Rp7.500 harus disetorkan negara. Baru buat rokok ini berarti yang ditinggalkan di pabrik itu cuma Rp2.500,” kata Andreas di Jakarta, Senin (8/9/2025).
Baca Juga: Dukung Asta Cita Prabowo, Polri Perkuat Peran di Pangan dan Penanganan PHK
Ia menegaskan bahwa kondisi tersebut membuat serikat pekerja sulit melakukan perundingan kenaikan upah. Menurutnya, dana yang tersisa tidak mampu mengakomodasi kebutuhan produksi maupun kesejahteraan.
“Ini menjadi susah buat kami serikat pekerja untuk nego supaya kesejahteraan pekerja naik karena sisanya cuma sedikit. Gimana beli tembakau, gimana beli peralatan dan seterusnya,” ujarnya.
Baca Juga: Aksi Protes: Rakyat Tolak Kenaikan Tunjangan DPR di Tengah Gelombang PHK
Andreas meminta pemerintah mempertimbangkan dampak kebijakan cukai terhadap tenaga kerja. Ia menyebut, meski pengusaha masih bisa bertahan, beban utama justru jatuh kepada karyawan yang terancam kehilangan pekerjaan.
“Bos rokok tetap berjaya karena beban ditanggung konsumen. Tapi kesejahteraan karyawan sulit didapat,” tegasnya.
Serikat buruh mendesak agar pemerintah tidak hanya melihat sisi penerimaan negara, tetapi juga keberlangsungan pekerja yang bergantung pada industri hasil tembakau.