VOICEINDONESIA.CO, Jenewa – Angka kematian Warga Negara Indonesia (WNI) yang merupakan pekerja migran ilegal di Kamboja melonjak drastis. Dari hanya satu kasus kematian pada 2020, jumlahnya membengkak menjadi 110 kasus hingga awal Oktober 2025.
Direktur Jenderal Pelindungan Kementerian Pekerja Migran Indonesia (KP2MI), Rinardi Rusman mengungkapkan fakta mengejutkan dalam Sidang Komite Perlindungan Hak Semua Pekerja Migran di Jenewa, Rabu (03/12/2025). Data resmi menunjukkan eskalasi dramatis jumlah WNI yang masuk ke Kamboja.
“Dari 14.564 kedatangan pada 2020, Anda bisa bayangkan, meningkat menjadi 95.000 orang pada 2024,” ungkap Rinardi di hadapan komite internasional.
Baca Juga: Dari 20 Ribu Aduan Perlindungan PMI, Hanya 1,7 Persen yang Tertangani
Catatan imigrasi Kamboja mencatat 131.184 WNI memegang visa jangka panjang pada 2024. Per Agustus 2025, masih ada 102.150 warga Indonesia yang tinggal di Kamboja, dengan mayoritas masuk menggunakan visa turis yang kemudian dikonversi menjadi izin tinggal lebih lama.
Persoalan semakin kompleks karena 11 negara Asia memiliki komitmen bebas visa kunjungan singkat 30 hari. Kesepakatan timbal balik ini justru dimanfaatkan para sindikat untuk menjebak korban.
Baca Juga: Di Sidang PBB, Pemerintah Klaim Anggaran Pelindungan PMI Melonjak 164 Persen
“Seperti yang sudah saya sebutkan kemarin, 11 negara di Asia memiliki komitmen timbal balik untuk tidak memerlukan visa, jadi mereka dapat mengunjungi setiap negara tanpa visa untuk kunjungan jangka pendek 30 hari, kemudian mereka mengunjungi Kamboja dan mengubah visa kunjungan mereka menjadi bisnis atau izin tinggal jangka panjang,” jelas Rinardi.
Estimasi pemerintah menunjukkan angka yang memprihatinkan terkait izin kerja palsu. Ribuan WNI yang tercatat memiliki izin kerja legal ternyata bekerja di tempat ilegal.
“Diperkirakan 82.000 hingga 87.000 WNI saat ini memegang izin kerja di Kamboja, meskipun banyak yang sebenarnya terjebak dalam operasi digital ilegal seperti pusat penipuan dan pusat perjudian online di dalam kompleks,” tegas Rinardi.
Kondisi kerja di dalam kompleks scam sangat memprihatinkan. Berdasarkan kunjungan langsung ke lokasi dan kesaksian dari para korban yang berhasil diselamatkan, gambaran mengerikan terungkap tentang perlakuan yang mereka terima.
“Berdasarkan bukti kunjungan kami ke korban, korban menjalani hari kerja 12 hingga 16 jam, penyitaan paspor, paksaan, pembatasan pergerakan, dan kekerasan fisik,” ungkap Rinardi dengan nada prihatin.
Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia mencatat lonjakan kasus yang ditangani dari Kamboja sepanjang 2025. Berbagai jenis pelanggaran dan kejahatan terhadap WNI terus bertambah.
“Kementerian kami menangani 282 kasus dari Kamboja tahun ini saja, termasuk indikator perdagangan manusia, perekrutan ilegal, pelanggaran kontrak, dan kematian yang tidak dapat dijelaskan,” pungkas Rinardi.
Sementara itu, Direktur Hak Asasi Manusia dan Urusan Migrasi Kementerian Luar Negeri, Indah Nuria Savitri, menambahkan bahwa kasus yang ditangani KBRI Phnom Penh di Kamboja meningkat tajam.
“Kasus yang ditangani oleh kedutaan kami di Phnom Penh, Kamboja, meningkat drastis dari 15 kasus pada 2020 menjadi 403 kasus pada September 2025. Kami menawarkan 80 persen terhubung dengan kompleks penipuan online,” ungkap Indah dalam sidang yang sama.
Kementerian Luar Negeri telah mengirim enam tim bantuan teknis untuk mendukung KBRI Phnom Penh menangani membludaknya kasus. Total 422 pekerja migran Indonesia direpatriasi menggunakan biaya negara dalam gelombang Agustus hingga Desember 2022. Biaya repatriasi dalam periode tersebut menelan anggaran sekitar Rp 6 miliar atau sekitar 375.000 dolar AS.

