VOICEINDONESIA.CO, Jakarta – Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) menyoroti Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Ketiga atas UU No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI). KP2MI menilai RUU tersebut belum mengakomodasi secara menyeluruh isu pemagangan yang berpotensi merugikan pekerja migran.
Kepala Biro Hukum KP2MI Wahyudi Putra mengatakan bahwa program pemagangan berpotensi menciptakan tenaga kerja dengan upah murah dan melemahkan hak peserta. Meski demikian ia mengapresiasi revisi UU tersebut sebagai momentum memperkuat kelembagaan.
“Ada beberapa hal yang belum terakomodasi secara utuh di dalam revisi Undang-undang berdasarkan usulan daftar inventarisasi masalah yang sudah disampaikan oleh pemerintah,” kata Kepala Biro Hukum KP2MI Wahyudi Putra dalam Diskusi Publik RUU PMI yang diselenggarakan PP Muhammadiyah, Jakarta, Jumat (11/7/2025).
Baca Juga: Tingkatkan Keterampilan PMI, KP2MI Bakal Bangun Migran Center di Gresik
Wahyudi menjelaskan bahwa beberapa polemik dalam proses penempatan pekerja migran Indonesia masih belum terakomodasi secara utuh dalam RUU tersebut. Hal ini terjadi karena masih ada irisan regulasi antara UU Ketenagakerjaan dengan UU Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
“Itu belum bisa kita atur secara utuh di dalam revisi undang-undang tersebut,” katanya.
Wahyudi menegaskan bahwa program pemagangan pada dasarnya melemahkan hak para peserta dan berpotensi menciptakan tenaga kerja dengan upah murah.
Baca Juga: Menteri Karding Segel Kantor P3MI Nakal yang Rugikan PMI Hingga Rp6,3 Miliar
“Jadi, dengan pemagangan itu berarti penghasilan yang akan dikirimkan dari peserta itu tidak sebanding dengan pekerja-pekerja yang memang bekerja di sektor formal itu,” katanya.