Jakarta – Cuaca ekstrem mulai melanda beberapa negara seperti Bangladesh dan India yang mencapai 51 derajat.
Cuaca panas juga mulai dirasakan Indonesia, namun beberapa pakar menyebut bahwa cuaca panas tersebut masih normal.
Dwikorita Karnawati kepala Badan Meteoroloho Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebutkan bahwa cuaca panas di Indonesia bukan dampak dari perkembangan panas gelombang panas seperti yang melanda Asia Selatan.
Cuaca panas diakibatkan fenomena gerak semu matahari yang sering terjadi setiap tahun. Variasi suhu maksimun 34 derajat Celcius hingga 36 derajat Celcius untuk wilayah Indonesia.
Akan tetapi cuaca panas perlu diwaspadai terutama di sektor pertanian.
Peneliti Center for Indonesia Policy Studies (CIPS) Mukhammad Faisol Amir mengingatkan, cuaca panas di Indonesia mengancam ketahanan pangan dan sektor pertanian.
Meningkatnya suhu bumi berdampak pada suplai air dan ancaman kekeringan.
“Ketersediaan air sangat penting untuk hasil pertanian dan memastikan keamanan pasokan makanan kita. Oleh karena itu, air harus memiliki kualitas dan kuantitas yang cukup,” kata Faisol di Jakarta, dilansir dari ANTARA (1/05/23).
Faisol mengatakan bahwa sektor pertanian menyerap sekitar 70 persen dari semua sumber daya air tawar, sehinga menjadikannya penyebab sekaligus bisa menjadi korban dari kelangkaan air.
Menurut Faisol perlu adanya pengendalian pengonsumian air agar tidak merusak ekosistem dan menghabiskan persediaan air untuk penggunaan lain.
Adapun infrastruktur irigasi utama Indonesia terdiri dari bendungan yang dikelola pemerintah yang menyediakan irigasi, air baku untuk industri dan perumahan, serta listrik.
Pemerintah membangun dan merawat saluran air yang merupakan bagian dari sistem irigasi primer dan sekunder.
Beberapa hasil studi mengungkapkan, dampak perubahan iklum pada sektor pertanian yang tidak melakukan adaptasi akan meningkatkan kebutuhan air hingga 40 persen.
Selain itu, dalam beberapa dekade mendatang, kelangkaan air dapat mempengaruhui dua pertiga populasi dunia, sehingga memperburuk ekosistem dunia.
Konsekuensinya, akan terjadi peningkatan curah hujan di zona beriklim sedang, variabilitas distribusi curah hujan, frekuensi kejadian ekstrim, serta menyebabkan suhu yang lebih tinggi.
Meskipun Indonesia memiliki potensi sumber daya air terbarukan yang luar biasa, Faisol menilai pasokan dan permintaan air seringkali tidak seimbang.
Dengan demikian, manajemen penggunaan air dan sistem pertanian yang inovatif merupakan dua cara paling penting untuk mengatasi tantangan kelangkaan air.
Menerapkan aturan yang menjaa dan melestarikan sumber daya air merupakan salah satu cara untuk mencapai tujuan ini. Metode irigasi yang efektif juga dapat diterapkan untuk menghemat limbah dan meningkatkan hasil pertanian.
“Banyak praktik terbaik sistem pertanian daerah di Indonesia yang bisa diadaptasi di daerah lain, mulai dari tata kelola irigasi dengan skema pembayaran jasa lingkungan hingga penggunaan benih yang lebih tahan di lahan kering,” ungkap Faisol.