VOICEINDONESIA.CO, Jakarta – Direktorat Siber Polda Metro Jaya mengungkap kasus akses ilegal dan pembajakan siaran televisi digital berbayar milik PT Mediatama Televisi (Nex Parabola) yang disebarluaskan tanpa izin ke masyarakat.
Kasubdit I Direktorat Reserse Kriminal Khusus Siber Polda Metro Jaya AKBP Rafles Langgak Putra menjelaskan, dua pelaku berinisial S (53) dan KF (30) ditangkap karena menyebarkan ulang siaran kanal premium dengan cara memodifikasi perangkat set top box (STB) dan mendistribusikannya melalui jaringan kabel ke rumah-rumah pelanggan.
“Para pelaku melakukan penyiaran ulang beberapa kanal premium milik Nex Parabola tanpa izin, lalu menarik kabel langsung ke rumah pelanggan,” kata Rafles saat konferensi pers di Jakarta, Jumat (1/8/2025).
Baca Juga: Prabowo Gelar Ratas di Hambalang, Bahas Gejolak hingga Pertahanan Nasional
Peristiwa ini terungkap pertama kali pada 5 April 2024 setelah PT Mediatama Televisi menerima laporan adanya dugaan pelanggaran hak siar. Perusahaan kemudian melaporkan kasus tersebut ke polisi pada 24 Juni 2024.
Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa para tersangka secara ilegal mentransmisikan siaran seperti Champions TV1 HD, Champions TV2 HD, Champions TV3 HD, Champions TV5 HD, Cita Drama, dan BBC kepada publik untuk tujuan komersial tanpa memiliki hak penyiaran resmi.
Penangkapan terhadap S dan KF dilakukan pada Kamis (24/7) di wilayah Jawa Timur.
Baca Juga: KPK Hentikan Proses Hukum Hasto Usai Dapat Amnesti dari Prabowo
Dalam operasinya, pelaku menawarkan jasa pemasangan seharga Rp350 ribu dan biaya langganan Rp30 ribu per pelanggan per bulan.
Rafles menyebut, dari aktivitas ilegal tersebut, tersangka S meraup keuntungan sebesar Rp14,3 juta per bulan dengan total pendapatan mencapai Rp85 juta.
Sementara tersangka KF mendapat sekitar Rp10 juta per bulan atau Rp60 juta selama enam bulan menjalankan aksinya.
Keduanya dijerat dengan Pasal 46 jo Pasal 30 dan Pasal 48 jo Pasal 32 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan atas UU ITE, serta Pasal 118 ayat (1) jo Pasal 25 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
“Ancaman hukuman pidana maksimal delapan tahun penjara atau denda paling banyak Rp2 miliar,” ujar Rafles.

