VOICEINDONESIA.CO, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami prosedur pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) pada periode 2015–2017 dalam penyidikan kasus dugaan pemerasan terhadap tenaga kerja asing (TKA) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan.
Pendalaman dilakukan saat KPK memeriksa Direktur Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) Kemenaker tahun 2015–2017, berinisial RAH, sebagai saksi pada 1 Desember 2025.
“Saksi saudari RAH didalami terkait prosedur pengurusan RPTKA tahun 2015–2017 yang masih manual atau belum online,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, Kamis (4/12/2025).
Baca Juga: Pemerintah Didesak Audit Seluruh Perizinan Hutan Usai Tragedi Banjir di Sumatera
Selain menggali sistem pengurusan RPTKA pada masa itu, KPK juga meminta keterangan RAH mengenai dugaan permintaan uang tidak resmi kepada agen TKA yang mengurus dokumen tersebut.
Kasus pemerasan ini sebelumnya telah menetapkan delapan aparatur sipil negara di Kemenaker sebagai tersangka, yaitu Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.
Mereka diduga mengumpulkan sekitar Rp53,7 miliar dari hasil pemerasan selama 2019–2024 atau pada masa kepemimpinan Menaker Ida Fauziyah.
Baca Juga: Terungkap! 82,6 Persen PMI Minta Bantuan Ternyata Berangkat Lewat Jalur Ilegal
KPK menjelaskan bahwa RPTKA merupakan syarat utama yang harus dipenuhi tenaga kerja asing sebelum dapat bekerja di Indonesia.
Tanpa dokumen tersebut, penerbitan izin kerja dan izin tinggal akan terhambat, dan TKA dapat dikenai denda hingga Rp1 juta per hari.
Kondisi ini membuat banyak pemohon terpaksa memenuhi permintaan uang dari para tersangka.
Temuan KPK juga mengindikasikan dugaan praktik pemerasan ini telah berlangsung lama, bahkan sejak era kepemimpinan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Abdul Muhaimin Iskandar (2009–2014), berlanjut pada periode Hanif Dhakiri (2014–2019), hingga Ida Fauziyah (2019–2024).
KPK telah menahan delapan tersangka tersebut dalam dua tahap pada 17 Juli 2025 dan 24 Juli 2025. Pada 29 Oktober 2025, KPK mengumumkan adanya satu tersangka baru yang masih terkait dalam rangkaian korupsi pengurusan RPTKA ini. Penyidikan masih berlanjut.

