VOICEINDONESIA.CO, Jakarta – Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Menimipas), Agus Andrianto menyatakan dukungannya terhadap proses hukum yang sedang dilakukan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal tersebut terkait dugaan pemerasan dalam pengurusan tenaga kerja asing (TKA) oleh sejumlah pegawai Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenimipas.
“Ya, iya dong (menghormati), mereka kan sedang menjalankan proses hukum yang terkait dengan ketenagakerjaan. Jadi, kita harus mendukung proses itu,” ujar Agus kepada wartawan di Jakarta, Senin (4/8/2025).
Baca Juga: 4 Jenazah PMI Dipulangkan ke Indonesia, Berikut Identitasnya
Ia menegaskan bahwa pihaknya menghormati langkah-langkah penegakan hukum yang dilakukan KPK, serta meminta seluruh pihak untuk mengikuti proses yang berlaku.
KPK sebelumnya memanggil kembali beberapa aparatur sipil negara (ASN) dari Ditjen Imigrasi untuk diperiksa sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan pemerasan terkait pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyebutkan bahwa pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, terhadap ASN bagian visa di Ditjen Imigrasi bernama Renra Hata Galih (RNR) dan Yuris Setiawan (YRS).
Baca Juga: Dinilai Berjasa, Prabowo Dapat Medali Kehormatan dari Komando Operasi Khusus AS
Renra diketahui pernah bertugas di Kantor Imigrasi Kelas II TPI Tarempa, sedangkan Yuris menjabat sebagai Kepala Seksi Intelijen dan Penindakan Keimigrasian di Kantor Imigrasi Kelas I TPI Tanjung Priok.
Sehari sebelumnya, KPK juga memeriksa Angga Prasetya Ali Saputra, ASN bagian Visa yang saat ini menjabat sebagai Kepala Seksi Pemeriksaan II di Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Soekarno-Hatta, Tangerang.
KPK telah menetapkan delapan orang tersangka dalam perkara ini, seluruhnya merupakan ASN di Kemenaker. Mereka adalah Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.
Menurut KPK, sejak tahun 2019 hingga 2024, para tersangka diduga mengumpulkan uang sebesar Rp53,7 miliar dari praktik pemerasan terhadap pemohon RPTKA. RPTKA merupakan dokumen wajib sebagai syarat bagi tenaga kerja asing untuk bisa bekerja secara legal di Indonesia.
Jika RPTKA tidak diterbitkan, proses izin tinggal dan izin kerja TKA akan terhambat, sehingga pihak pemohon merasa terpaksa memberikan uang agar pengurusan berjalan lancar. Setiap keterlambatan dalam izin tinggal bisa dikenakan denda sebesar Rp1 juta per hari.
