VOICEINDONESIA.CO,Jakarta — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa dua saksi dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) untuk mendalami aliran uang dalam kasus dugaan pemerasan pengurusan sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang menjerat eks Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker), Immanuel Ebenezer.
Dua saksi yang diperiksa ialah mantan Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan K3, Haiyani Rumondang serta Subkoordinator Penjaminan Mutu Lembaga K3, Nila Pratiwi Ichsan.
“Penyidik mendalami pengetahuan saksi terkait penerimaan uang dari pihak PJK3,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (12/10/2025).
Baca Juga: Mantan Pejabat Eselon I Kemnaker Dipanggil KPK Terkait Sertifikasi K3
Budi menambahkan, pemeriksaan juga dilakukan untuk menggali proses penerbitan sertifikat K3 di lingkungan Kemenaker. Pemeriksaan tersebut berkaitan dengan penyidikan dugaan praktik pemerasan terhadap perusahaan penyedia jasa K3 (PJK3).
Sebelumnya, KPK telah menetapkan Immanuel Ebenezer bersama 10 orang lainnya sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan dalam pengurusan sertifikat K3. Dari hasil penyidikan, KPK menemukan adanya aliran dana sebesar Rp3 miliar yang diterima Immanuel pada Desember 2024.
Baca Juga: KPK Pantau Ketat Pembelian Pesawat Garuda Senilai Rp127 Triliun
Ketua KPK Setyo Budiyanto menjelaskan, pemerasan tersebut menyebabkan pembengkakan biaya sertifikasi K3. “Dari tarif resmi Rp275.000, pekerja harus membayar hingga Rp6.000.000 akibat praktik pemerasan dengan modus memperlambat atau mempersulit proses sertifikasi,” katanya pada Jumat (22/8/2025).
Setyo menyebut, total selisih pembayaran mencapai Rp81 miliar yang diduga mengalir ke para tersangka. Ia menuturkan, praktik tersebut telah berlangsung sejak 2019 dan terus berlanjut setelah Immanuel menjabat sebagai Wakil Menteri Ketenagakerjaan.
“Peran IEG (Immanuel Ebenezer Gerungan) adalah dia tahu, membiarkan, bahkan kemudian meminta bagian,” ujarnya.
Dalam perkara ini, para tersangka dijerat dengan Pasal 12 huruf (e) dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.