VOICEINDONESIA.CO, Jakarta – Penerapan sistem pengelompokan jemaah haji model syarikah pada penyelenggaraan haji 2025 menimbulkan berbagai polemik.
Anggota Komisi VIII DPR RI, Maman Imanul Haq, meminta Kementerian Agama segera melakukan evaluasi karena sistem ini dinilai menimbulkan kebingungan di kalangan jemaah dan berdampak pada kelancaran ibadah.
“Penerapan sistem syarikah yang terkesan mendadak ini telah mengacaukan pengelompokan kloter yang sebelumnya sudah terencana dengan baik dari tanah air. Akibatnya, banyak jemaah suami istri yang terpisah, serta jemaah lanjut usia yang terpisah dari pendamping yang sangat mereka butuhkan. Kami meminta Menteri Agama segera melakukan evaluasi,” ujar Kiai Maman dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa (13/5/2025).
Baca Juga: Pemerintah: Jangan Pertaruhkan Ibadah Haji Melalui Jalur Ilegal
Ia menjelaskan bahwa dalam tahun-tahun sebelumnya, jemaah haji Indonesia hanya dilayani oleh satu syarikah, yakni Mashariq.
Namun, tahun ini terjadi perubahan besar dengan melibatkan delapan syarikah yang memiliki tanggung jawab melayani jemaah asal Indonesia. Syarikah merupakan perusahaan asal Arab Saudi yang diberi otoritas dalam pengelolaan haji.
“Mengapa harus delapan syarikah yang dilibatkan, dan apa dasar pertimbangannya? Seharusnya Kementerian Agama telah melakukan identifikasi masalah dan langkah-langkah mitigasi sebelum menerapkan kebijakan ini. Apakah kekacauan yang terjadi saat ini sudah diketahui dan diantisipasi oleh Kemenag?” ungkapnya.
Baca Juga: Arab Saudi Deportasi Calon Haji Asal Kota Mataram, Begini Alasannya
Kiai Maman menyarankan agar ke depan, pembagian tanggung jawab antar syarikah didasarkan pada wilayah asal jemaah untuk memudahkan pengaturan. Dengan sistem zonasi, pelayanan bisa lebih terstruktur dan tidak tumpang tindih.
“Jangan seperti kondisi saat ini di mana lebih dari satu syarikah menangani jemaah dari satu daerah. Hal ini membingungkan jemaah dan juga Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU). Bayangkan saja, ada jemaah yang belum siap berangkat namun tiba-tiba harus berangkat keesokan harinya, atau sebaliknya, jemaah yang seharusnya berangkat beberapa pekan lagi di kloter lain, mendadak harus segera berangkat. Sistem seperti apa ini jika hasilnya justru menimbulkan kekacauan?” tegasnya.
Politisi Fraksi PKB ini juga mendesak Kemenag untuk segera berdialog dengan pihak berwenang di Arab Saudi guna membahas ulang sistem ini. Ia menilai diperlukan diplomasi yang kuat untuk menjamin perlindungan dan kenyamanan jemaah Indonesia selama berhaji.
“Kami memberikan kesempatan kepada Kemenag dan Dirjen Penyelenggara Haji dan Umrah untuk bertindak cepat menangani masalah ini. Kami tidak dapat menerima jika penggunaan delapan syarikah ini justru menyengsarakan jemaah haji Indonesia,” tutup Kiai Maman.