VOICEINDONESIA.CO, Jakarta — Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman menegaskan bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) tidak akan melemahkan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Ia menyatakan bahwa pihaknya berkomitmen menyerap aspirasi semua pihak secara maksimal, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan para aktivis antikorupsi.
“Dalam penyusunan RUU KUHAP ini, kami berikhtiar menyerap aspirasi semua pihak semaksimal mungkin, termasuk dari KPK,” ujar Habiburokhman dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (23/7/2025).
Menurutnya, Komisi III DPR akan mengalokasikan waktu khusus dalam Rapat Kerja (Raker) dan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan KPK serta elemen masyarakat sipil untuk membahas masukan terkait RUU tersebut. Agenda ini direncanakan akan digelar pada masa persidangan mendatang, sebelum masuk ke tahap kerja Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi.
Habiburokhman juga membantah sejumlah kekhawatiran yang berkembang di publik. Ia menegaskan bahwa RUU KUHAP tidak menghapus sifat lex specialis dari UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) maupun UU KPK.
“RUU KUHAP justru memperkuat posisi KPK. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 3 ayat (2) yang menegaskan bahwa ketentuan KUHAP berlaku kecuali diatur lain dalam undang-undang, sehingga KPK tetap dapat bekerja berdasarkan UU KPK,” jelasnya.
Selain itu, Pasal 7 ayat (5) RUU KUHAP menyebutkan bahwa penyidik KPK dikecualikan dari kewajiban koordinasi dan pengawasan oleh penyidik Polri. Hal ini, menurut Habiburokhman, menunjukkan bahwa independensi KPK tetap dijaga.
Terkait kekhawatiran bahwa penyelidik dan penyidik KPK tidak diakomodir dalam RUU KUHAP, Habiburokhman menjelaskan bahwa dalam Pasal 1 angka 7 telah ditegaskan bahwa penyelidik bukan hanya berasal dari kepolisian, tetapi juga pejabat lain yang memiliki kewenangan sesuai undang-undang.
“Jadi tidak benar kalau penyidik hanya berasal dari Polri. Kewenangan penyelidikan tetap bisa dijalankan oleh KPK,” katanya.
Ia juga menepis tudingan bahwa definisi penyelidikan dalam RUU KUHAP terlalu sempit. Menurutnya, definisi tersebut tetap konsisten dengan pendekatan formil yang tidak menghalangi pengumpulan informasi awal oleh institusi penegak hukum, termasuk KPK.
Habiburokhman menegaskan, DPR tidak akan tergesa-gesa dalam mengesahkan RUU KUHAP. “Baru bisa disahkan jika berbagai masukan penting sudah dipertimbangkan,” tutupnya.