VOICEINDONESIA.CO, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai dalil permohonan praperadilan yang diajukan kubu tersangka kasus korupsi e-KTP Paulus Tannos alias Tjhin Thian Po tidak jelas atau kabur. Gugatan tersebut dinilai mencampuradukkan berbagai materi yang tidak seharusnya digabungkan dalam satu permohonan.
Anggota Tim Biro Hukum KPK Indah mengungkapkan permohonan yang diajukan kubu Paulus Tannos mencampurkan proses ekstradisi di Singapura dengan permohonan praperadilan di Indonesia. Pencampuran dua sistem hukum berbeda ini membuat dalil permohonan menjadi rancu dan sulit dipahami.
“Dalil-dalil Posita Pemohon yang mencampurkan proses ekstradisi berdasarkan hukum di Singapura dengan permohonan praperadilan yang bersifat formil berdasarkan KUHAP yang berlaku di Indonesia,” kata Indah dalam persidangan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (25/11/2025)
Baca Juga: KPK Periksa Sejumlah Pejabat BPK, Ada Apa?
Kubu Paulus Tannos juga mencampurkan proses penahanan otoritas Singapura dengan penahanan pidana berdasarkan Pasal 22 KUHAP Indonesia.
Permasalahan lain yang ditemukan adalah pencampuran materi non-formil dalam dalil praperadilan mereka. Hal ini dinilai berada di luar lingkup kewenangan hakim praperadilan yang seharusnya hanya menguji aspek formil penangkapan.
Baca Juga: Punya Harta Rp14,5 M, Ini Koleksi Kendaraan Mewah Pejabat RSUD Ponorogo yang Disita KPK
Kubu tersangka buron kasus e-KTP tersebut memasukkan pembahasan mengenai fakta perbuatan dan pasal yang disangkakan, termasuk unsur kerugian keuangan negara dan suap. Padahal pembahasan tersebut seharusnya masuk dalam lingkup pemeriksaan perkara pokok, bukan dalam praperadilan yang hanya menguji sah atau tidaknya penangkapan.
“Serta mencampurkan materi di luar aspek formil, yang berada di luar lingkup kewenangan hakim praperadilan,” urai Indah.
KPK menilai dalil-dalil permohonan kubu Paulus Tannos dalam persidangan praperadilan merupakan dalil yang tidak jelas atau kabur.
Paulus Tannos mengajukan gugatan praperadilan ke PN Jakarta Selatan dengan nomor perkara 143/Pid.Pra/2025/PN JKT.SEL yang terdaftar pada 31 Oktober 2025. Gugatan ini dilakukan untuk menguji sah tidaknya penangkapan terhadapnya di Singapura.
Tersangka yang melarikan diri sejak 2019 ini berhasil ditangkap di Singapura pada Januari 2025. KPK bersama Pemerintah Indonesia masih terus berupaya memulangkan Paulus ke Indonesia melalui proses ekstradisi agar dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya dalam kasus korupsi e-KTP yang merugikan negara.
