VOICEINDONESIA.CO, Jakarta – Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai menegaskan bahwa kesepakatan pertukaran data antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) yang tercantum dalam perjanjian dagang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia (HAM).
“Dalam klausulnya disebutkan bahwa pertukaran data tersebut dilakukan berdasarkan hukum Indonesia, dalam hal ini merujuk pada Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP),” ujar Natalius dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (26/7/2025).
Natalius memastikan bahwa segala bentuk pemindahan data akan dilakukan secara hati-hati, bertanggung jawab, serta menjunjung tinggi aspek keamanan dan perlindungan data pribadi warga negara.
Baca Juga: DPRD DKI Dukung Langkah Pramono, ASN Terlibat Judol Tak Naik Jabatan
“Karena dilakukan berdasarkan hukum Indonesia, maka penyerahan data pribadi tidak bisa dilakukan secara bebas, melainkan mengacu pada mekanisme yang sah dan terukur dalam tata kelola data lintas negara,” tambahnya.
Penegasan ini disampaikan menyusul kekhawatiran publik terhadap komitmen Indonesia dalam perjanjian dagang dengan AS, yang mencakup aspek penghapusan hambatan perdagangan digital dan pemindahan data lintas batas.
Sebelumnya, Gedung Putih mengumumkan bahwa kedua negara telah menyepakati kerangka kerja Agreement on Reciprocal Trade untuk memperkuat kerja sama ekonomi.
Baca Juga: Waspada! Penipuan Berkedok Rekrutmen Kerja di PT KAI
Salah satu poin utama dalam kesepakatan itu adalah pengakuan Indonesia terhadap AS sebagai negara dengan tingkat perlindungan data yang memadai sesuai UU yang berlaku di Indonesia.
Terkait hal itu, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi juga menegaskan bahwa tidak ada data pribadi warga Indonesia yang diserahkan kepada pemerintah AS.
“Jadi pemahamannya keliru. Bukan berarti kita akan menyerahkan data pribadi masyarakat Indonesia ke pihak sana, tidak,” tegas Prasetyo dalam keterangan di Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (25/7/2025).
Ia menjelaskan, beberapa platform digital milik perusahaan AS memang meminta pengguna untuk memasukkan data dan identitas, namun hal itu berada dalam pengawasan dan perlindungan sesuai ketentuan yang diatur dalam UU PDP.
Pemerintah, lanjut Prasetyo, justru memastikan bahwa data yang tersimpan di platform-platform tersebut tidak disalahgunakan oleh pihak manapun, termasuk untuk kepentingan di luar konteks yang diizinkan hukum.