VOICEINDONESIA.CO, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah anggapan bahwa penanganan kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan mesin Electronic Data Capture (EDC) senilai Rp2,1 triliun di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk dapat mengganggu stabilitas sektor keuangan dan perekonomian nasional.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo menegaskan bahwa penanganan kasus yang terjadi sepanjang periode 2020-2024 ini justru untuk mendukung penguatan sistem perbankan nasional.
“Tentunya penanganan perkara ini juga akan mendukung upaya perbaikan dan peningkatan pada sektor keuangan ataupun perekonomian nasional,” ujarnya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (30/6/2025).
Baca Juga: KPK Temukan Indikasi Kasus Dugaan Korupsi Haji Terjadi Sebelum 2023
Ia menambahkan, penanganan kasus korupsi tersebut dinilai dapat mencegah praktik serupa di masa mendatang. Menurutnya, setiap penyidikan menjadi momentum untuk menutup celah-celah korupsi dalam sistem perbankan.
“Setiap penanganan perkara juga menjadi momentum untuk mitigasi, pencegahan, dan perbaikan ke depannya, agar ruang-ruang potensi korupsi bisa ditutup,” ujarnya.
Baca Juga: KPK Geledah Kantor BRI terkait Dugaan Korupsi EDC, Ini Barang Bukti Yang Disita
Budi memastikan penanganan perkara ini sejalan dengan komitmen pemberantasan korupsi Presiden Prabowo Subianto. Hal ini termasuk dalam proses penanganan kasus pengadaan mesin di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero).
“Setiap penanganan perkara di KPK sesuai dan selaras dengan Astacita Presiden Prabowo Subianto dalam pemberantasan korupsi, termasuk dalam proses penanganan perkara terkait dengan pengadaan mesin EDC di PT Bank Rakyat Indonesia atau BRI (Persero) ini,” katanya.
Sebelumnya, KPK melakukan penggeledahan di Kantor Pusat BRI yang berlokasi di kawasan Sudirman dan Gatot Subroto, Jakarta, pada 26 Juni 2025 lalu. Pada tanggal yang sama, lembaga antikorupsi mengumumkan penyidikan baru dan memeriksa mantan Wakil Direktur Utama BRI Catur Budi Harjo. Sebanyak tiga belas orang telah dicegah bepergian ke luar negeri terkait kasus ini pada 30 Juni 2025.
