JAKARTA,AKUUPDATE.ID – Kedutaan Besar RI di Ankara meminta warga Indonesia untuk tidak menerima tawaran bekerja sebagai Asisten Rumah Tangga (ART) di Turki menyusul lonjakan kasus perdagangan orang (TPPO) yang melibatkan WNI.
Sepanjang 2020, jumlah total kasus yang melibatkan WNI dan masuk ke dalam kategori tindak pidana perdagangan orang mencapai 20 kasus. Sementara dalam jangka waktu Januari hingga awal April 2021 ini, sudah tercatat 19 kasus TPPO.
Direktur Eksekutif Migrant CARE, Wahyu Susilo, mengatakan ada beberapa hal yang memicu lonjakan perdagangan WNI ke Turki.
Baca Juga : TKW Ilegal Asal Jepara Meninggal Dunia di Malaysia
Melangsir dari CNNIndonesia.com, Pertama, pandemi virus corona. Wahyu mengatakan akibat pandemi menyebar, pemerintah RI melalui Kementerian Ketenagakerjaan sempat menunda penempatan pekerja migran Indonesia (PMI) ke luar negeri.
Akan tetapi, pemerintah melalui Kepmenaker No.294/Tahun 2020 mengenai Pelaksanaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru mulai membuka kembali pengiriman PMI ke luar negeri dengan sejumlah syarat dan kriteria tertentu.
“Ini membuat keinginan orang-orang untuk bekerja ke luar negeri menumpuk sehingga yang dipilih akhirnya jalan pintas,” kata Wahyu
Wahyu mengatakan hal seperti itu tidak hanya dialami PMI yang berencana pergi bekerja ke Turki, tetapi juga ke negara lain.
Kedua, Wahyu mengkritik pemerintah yang tidak pernah mensosialisasikan program penempatan PMI yang baru tersebut. Menurutnya, pemerintah tidak pernah memberi sosialisasi secara tuntas terkait Kepmenaker No.294/2020.
“Dalam aturan itu, memang Turki menjadi satu dari 24 negara yang boleh menjadi tujuan PMI. Tapi, syaratnya memang bukan untuk ART tetapi pekerja salon atau pesanggaran,” ujar Wahyu.
Baca Juga : Penggerebekan TKI Ilegal di Batam Berawal dari Keluarga TNI Disekap
“Ini saya kira menjadi titik persoalan karena pemerintah tidak pernah mensosialisasikan secara tuntas pembukaan kembali penempatan kembali PMI ke luar negeri sehingga ketika informasi ini dipegang oleh sindikat TPPO dan calo ini menjadi kesempatan mereka menyebarluaskan ke desa-desa supaya merekrut pekerja padahal syaratnya banyak,” ujarnya menambahkan.
Selain itu, Wahyu juga khawatir sindikat TPPO hanya menjadikan Turki sebagai tempat transit untuk mengirimkan para PMI ke sejumlah negara di Timur Tengah seperti Uni Emirat Arab, Yordania, hingga Arab Saudi.
Padahal, sampai saat ini, pemerintah Indonesia masih menerapkan moratorium pengiriman TKI ke Timur Tengah.
“Saya bahkan menduga kemungkinan ada juga yang dikirim ke Suriah. Harus ada kewaspadaan dalam konteks ini terutama kemungkinan pengiriman PMI ke wilayah konflik seperti Suriah, Libya, Irak,” kata Wahyu. (*)