VOICEINDONESIA.CO, Mekkah – Anggota Tim Pengawas Haji (Timwas Haji) DPR RI, Marwan Dasopang, mendesak Kementerian Agama (Kemenag) untuk segera menyusun skenario darurat guna mengantisipasi potensi kepadatan dan hambatan pergerakan jemaah saat puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna).
Desakan ini disampaikan dalam rapat koordinasi bersama mitra penyelenggara haji di Alqimma Hall, Makkah, Senin (2/6/2025).
Timwas memberikan tenggat dua hari bagi Kemenag, khususnya Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU), untuk menyerahkan rencana kontinjensi yang menyeluruh.
“Kami belum mendengar rencana darurat jika skenario tidak berjalan sesuai harapan, misalnya terjadi larangan keberangkatan atau intervensi dari pihak keamanan. Kami minta Kemenag segera susun dan sampaikan skenario tersebut,” ujar Marwan, yang juga Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, dikutip dari laman Kemenag, Rabu (4/6/2025).
Baca Juga: DKI Buka 1.100 Posisi PSSU, Pelamar Membludak
Ia menyoroti potensi gangguan pada pelaksanaan skema murur dan tanazul, dua metode pergerakan yang disiapkan untuk mengurangi kepadatan jemaah.
Menurutnya, tanpa rencana cadangan yang jelas, jemaah bisa terjebak dalam situasi genting saat pelaksanaan ibadah puncak.
“Kami mendukung kebijakan murur dan tanazul. Tapi kalau misalnya macet, bus tak bisa bergerak, atau ada larangan dari otoritas Saudi, harus ada langkah alternatif yang konkret dan siap dijalankan,” tegasnya.
Kemenag menerapkan tiga skema pergerakan Jemaah, sebagai berikut:
Taraddudi (reguler) untuk mayoritas jemaah, Murur bagi lebih dari 60.000 jemaah lansia dan disabilitas yang tidak turun dari bus di Muzdalifah dan Tanazul bagi sekitar 38.000 jemaah yang diperbolehkan kembali ke hotel lebih awal setelah lontar jumrah, tanpa mabit di Mina.
Baca Juga: KPK Soroti Perlunya Perbaikan Sistem Ketenagakerjaan Indonesia
Dirjen PHU Kemenag, Hilman Latief, menjelaskan bahwa pengelompokan jemaah berdasarkan markaz dan syarikah telah dilakukan, serta dibentuk kafilah ad-hoc untuk menjamin kelancaran pergerakan.
Selain itu, war room (ruang kendali bersama) telah diaktifkan, melibatkan PPIH, penyedia layanan, serta otoritas Saudi.
Namun, menurut Marwan, koordinasi dan komunikasi dengan otoritas Saudi masih perlu diperkuat, dan mitigasi risiko harus jadi prioritas utama.
“Waktu kita terbatas. Kalau kita tidak bisa meyakinkan otoritas Saudi, maka kita harus punya rencana alternatif agar keselamatan jemaah tetap terjamin,” tuturnya.
Ia juga mengusulkan penempatan pos kesehatan satelit di titik-titik strategis pusat layanan untuk mempercepat respons medis.
“Keselamatan dan kenyamanan jemaah adalah hal utama. Maka, Kemenag harus hadir dengan rencana yang realistis dan tanggap terhadap kondisi di lapangan,” pungkasnya.