VOICEINDONESIA.CO, Jakarta – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menegaskan bahwa langkah cepat Polri, Densus 88, BNPT, dan berbagai pemangku kepentingan telah menyelamatkan masa depan ratusan anak dari upaya rekrutmen jaringan terorisme melalui ruang digital.
Hal ini disampaikan dalam Konferensi Pers Penanganan Rekrutmen Online Terhadap Anak oleh Kelompok Terorisme.
Ketua KPAI Margaret Aliyatul Maimunah menyatakan bahwa keberhasilan tersebut merupakan bukti nyata hadirnya negara dalam melindungi anak dari ancaman ideologi kekerasan.
Baca Juga: Bertemu Bloomberg, Prabowo Tawarkan Kerjasama melalui Danantara
“KPAI sangat mengapresiasi kinerja Densus 88, BNPT, dan seluruh stakeholder. Upaya ini bukan hanya penegakan hukum, tetapi upaya penyelamatan anak-anak Indonesia dari eksploitasi jaringan terorisme,” ujar Margaret di Jakarta, Selasa (18/11/2025).
Dalam paparan Polri, lebih dari 110 anak di 26 provinsi diketahui telah menjadi target rekrutmen melalui media sosial, game online, dan platform komunikasi tertutup.
KPAI memastikan seluruh penanganan mengacu pada UU Perlindungan Anak dan UU Sistem Peradilan Pidana Anak (UU 11/2012).
Margaret menekankan bahwa seluruh anak yang terlibat dalam kasus ini diperlakukan sebagai korban, bukan pelaku.
Baca Juga: Polres Blitar Kota Luncurkan Program Gizi Gratis untuk Pelajar
“Kami memastikan bahwa setiap anak yang terlibat tidak diperlakukan sebagai pelaku, tetapi sebagai korban yang harus dilindungi hak-haknya. Pendampingan psikologis dan hukum menjadi bagian yang tidak terpisahkan,” tegasnya.
Ia menjelaskan bahwa prinsip utama dalam penanganan anak korban adalah kepentingan terbaik bagi anak, termasuk mekanisme diversi, keadilan restoratif, pendampingan wajib, serta perlakuan manusiawi selama proses penyelamatan.
KPAI juga menyoroti perlunya penguatan support system agar anak tidak mudah terpapar radikalisasi digital.
Menurut Margaret, keluarga memegang peran sentral, sementara sekolah dan masyarakat harus meningkatkan pengawasan serta literasi digital.
“Keluarga adalah sistem pendukung utama. Namun sekolah dan masyarakat juga harus hadir. Literasi digital anak perlu diperkuat agar mereka tidak mudah terjebak propaganda ekstrem,” jelasnya.
Margaret menilai pengungkapan besar yang dilakukan Polri harus menjadi momentum untuk memperkuat sinergi nasional dalam perlindungan anak.
“Polri telah melakukan langkah luar biasa. Kini tugas kita bersama memastikan perlindungan berkelanjutan agar anak-anak Indonesia terbebas dari ancaman radikalisasi digital,” tutupnya.
