VOICEINDONESIA.CO, Jakarta – Center of Economic and Law Studies (Celios) menyoroti adanya ketidaksesuaian antara pernyataan efisiensi pemerintah dengan kondisi faktual di lapangan dalam satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Peneliti Celios, Galau D Muhammad, mengatakan di tengah narasi penghematan yang terus disuarakan, justru terjadi peningkatan kekayaan signifikan di kalangan pejabat publik.
“Kita menemukan ada kontras yang sangat jelas yang membedakan antara apa yang diucapkan pejabat hari ini dan apa yang dirasakan masyarakat paling bawah,” ujar Galau dalam diskusi daring yang disiarkan di kanal YouTube Aktualforum, Sabtu (25/10/2025).
Baca Juga: Mantan Pejabat Eselon I Kemnaker Dipanggil KPK Terkait Sertifikasi K3
Data Celios mencatat ada 140 pejabat publik yang mengalami peningkatan kekayaan hingga mencapai Rp30 triliun. Lonjakan ini terjadi selama setahun terakhir bersamaan dengan masa pemerintahan Prabowo yang mengusung agenda efisiensi.
“Pak Prabowo bicara efisiensi, tapi kekayaan 140 pejabat publik hari ini mencapai Rp30 triliun. Itu mengalami lonjakan signifikan dari tahun sebelumnya,” katanya.
Baca Juga: Ribuan Buruh di Kota Tangerang Gelar Aksi, Desak Kenaikan UMK 11,28 Persen
Galau menilai, temuan tersebut kontras dengan kondisi ekonomi masyarakat yang justru memburuk. Ia menyebut indikator kemiskinan semakin jelas terlihat dari maraknya pinjaman online dan surat penagihan utang.
Celios juga menyoroti fenomena sentralisasi kekayaan di tangan 50 orang terkaya di Indonesia. Peningkatan kekayaan kelompok ini dinilai sangat signifikan dibandingkan masyarakat biasa yang menghadapi tekanan ekonomi semakin berat.
“Faktanya kekayaan mereka bahkan melampaui kekayaan republik secara keseluruhan,” ucap Galau.
Ia menilai kebijakan pemerintah tidak berjalan adil. Di satu sisi masyarakat diminta bersabar menunggu perbaikan ekonomi, namun di sisi lain tidak ada kompensasi negara bagi mereka yang kehilangan pekerjaan.
“Ketika publik diminta menunggu, pemerintah butuh waktu, tapi tidak pernah ada kompensasi atas waktu-waktu pekerjaan yang diputus dari hubungan kontraknya,” tegasnya.
Galau menambahkan, pemerintah seolah menggunakan berbagai narasi baru sebagai pengalihan dari masalah pokok ekonomi yang belum terselesaikan.
“Kita dibenturkan dengan banyak hal baru seperti kopdes merah putih, ketahanan pangan, food estate, sampai Makan Bergizi Gratis, yang sama sekali tidak pernah terpikirkan oleh publik sejak awal,” ujarnya.
