VOICEINDONESIA.CO, Jember – Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, Abdul Kadir Karding kunjungi Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang sakit atas nama Septa Kurniarini di rumah keluarganya, Jember, Jawa Timur, Jumat (20/12/2024).
Didampingi Anggota DPR Dapil Jember, Bambang Haryadi, serta Pengelola Rumah Sakit Bina Sehat, dr. Hj. Faida, Karding ingin menelusuri kisahnya. Harapannya adalah menemukan titik terang dari kasus yang dialami Septa, dan mencari solusinya.
Dari data yang dimiliki Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia Jawa Timur (BP3MI Jatim), Septa diketahui bekerja di Singapura.
“Saya berangkat ke Singapura pada 2021, sebagai asisten rumah tangga. Sewaktu saya berangkat, suami bekerja wiraswasta, anak saya yang pertama baru masuk SMA, sedangkan anak kedua saya masih sekolah SD,” ungkapnya.
Baca Juga: Pemerintah Kembali Evakuasi 91 WNI dari Suriah
Kemudian, Septa mengalami bengkak pada bagian tubuhnya. Pada awalnya hanya didiagnosa ringan oleh rumah sakit di Singapura, namun kondisinya semakin lama semakin memburuk. Akhirnya diputuskanlah Septa harus operasi.
Pada 1 Oktober 2024 Septa dibawa ke ICU Rumah Sakit Sheng Kang Singapura. Setelah dilakukan serangkaian tindakan medis, Septa didiagnosis menderita Fournier Gangrene, yaitu pembengkakan dan infeksi dibagian genital, serta sudah mencapai tahap komplikasi yang menyebabkan gagal organ.
“Setelah operasi, saya koma selama 9 hari. Kemudian kondisi tangan dan kaki saya menghitam. Saya juga dalam kondisi terikat,” ujarnya.
Pengguna kerja, atau majikan Septa kemudian memulangkan Septa melalui Batam pada 17 Oktober 2024. Septa melanjutkan perawatan sampai fit to fly, dan meminta tolong kepada KBRI untuk dipulangkan ke Jember, Jawa Timur, rumah ibu dari Septa.
Pada 28 Oktober 2024, Septa kembali ke Jember. Beberapa hari kemudian, dengan bantuan ibunya, Septa menjalani rawat jalan di Rumah Sakit Bina Sehat Jember.
Menteri Karding segera mengarahkan pengecekan melalui BP3MI Jatim dan Dinas terkait. Namun disayangkan, dari data yang dimilikinya, Karding menyatakan bahwa Septa dulu berangkat melalui jalur tidak resmi.
Baca Juga: Wamen P2MI Dzulfikar Kunjungi Purna PMI yang Sukses Bangun LPK
“Keberangkatan tidak resmi menyebabkan tidak ada tanggungjawab dari agen yang menyalurkan, maupun dari majikan. Polis asuransinya pun masih belum diketahui,” ucapnya.
Namun Karding berkomitmen, Pekerja Migran Indonesia adalah ranah KP2MI. Ia ingin penelusuran dan pertanggungjawaban tetap dilakukan dengan harapan munculnya titik terang kasus ini, seperti siapa koneksi yang mengajaknya bekerja, dan faktor lainnya.
“Kasus yang menimpa Mbak Septa adalah salah satu dari resiko penempatan nonprosedural. Jika penempatan kerja secara prosedural dilakukan, maka kita bisa minta tanggungjawab pihak yang terlibat,” ucapnya.
Karding bersyukur Anggota DPR-RI Dapil Jember, Bambang Haryadi; serta Pengelola Rumah Sakit Bina Sehat, dr. Hj. Faida hadir dan berkomitmen untuk melanjutkan perawatan kepada Septa.
“Sosialisasi masif tentang penempatan pekerja migran Indonesia akan terus kami gaungkan. Saya tegas menghimbau, dari contoh ratusan kasus di media, janganlah tergiur dengan iming-iming gaji besar, berangkat cepat, tanpa dokumen lengkap. Resikonya bisa kesehatan bahkan nyawa,” pungkasnya.*