VOICEINDONESIA.CO, Bandung – Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Yassierli menyoroti terkait produktivitas tenaga kerja Indonesia yang masih tertinggal dibanding negara-negara ASEAN. Ia mengingatkan, Indonesia berisiko disusul Vietnam dalam tiga tahun mendatang jika tidak segera berbenah.
Pernyataan itu disampaikan dalam kegiatan Penguatan Teknik Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial di Bandung, Jawa Barat, Jumat (22/8/2025).
Yassierli menekankan bahwa transformasi ekosistem ketenagakerjaan dan penguatan mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial menjadi kunci untuk memperkuat daya saing nasional.
Baca Juga: Menaker Yassierli Lepas Delegasi Indonesia ke WorldSkills ASEAN 2025
Ia mengungkap kondisi mengkhawatirkan sistem penyelesaian perselisihan hubungan industrial di Indonesia. Saat ini, negara hanya memiliki 1.064 mediator untuk melayani jutaan perusahaan dengan lebih dari 150 juta pekerja.
“Saat ini jumlah mediator hubungan industrial hanya 1.064 orang, sementara mereka harus melayani potensi perselisihan dari jutaan perusahaan dengan lebih dari 150 juta pekerja. Kondisi ini menuntut peningkatan kapasitas, integritas, dan profesionalisme mediator,” kata Menaker Yassierli.
Baca Juga: Kemnaker Apresiasi Dunia Usaha Serap 10 Ribu Tenaga Kerja
Yassierli menyebutkan berbagai hambatan yang masih dihadapi sistem penyelesaian perselisihan, mulai dari kurangnya komunikasi efektif di tingkat perusahaan, keterbatasan jumlah mediator, hingga belum optimalnya peran Lembaga Kerja Sama (LKS) Bipartit.
Sebagai solusi, Kementerian Ketenagakerjaan tengah menyusun kerangka kerja maturitas hubungan industrial transformatif. Framework ini mendorong pengusaha dan pekerja membangun visi bersama, tidak sekadar hubungan industrial berbasis kepatuhan normatif.
“Hubungan industrial yang transformatif lahir dari komitmen bersama antara pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja. Inilah yang menjadi DNA ketenagakerjaan Indonesia adil, dan inklusif, menuju Indonesia Emas 2045,” ujar Yassierli.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI-JSK) Kemnaker, Indah Anggoro Putri menjelaskan bahwa kegiatan ini bertujuan meningkatkan kapasitas SDM, mediator, dan serikat pekerja. Program ini fokus merancang sistem pengupahan yang terukur dan transparan serta membangun hubungan industrial yang harmonis.
Putri menegaskan bahwa keberhasilan hubungan industrial tidak hanya ditentukan regulasi, tetapi juga komitmen semua pihak dalam menerapkan praktik terbaik.
“Kolaborasi tripartit antara pemerintah, pengusaha, dan serikat pekerja adalah fondasi penting untuk menciptakan ekosistem kerja yang kondusif, produktif, dan berkeadilan,” ucap Dirjen Putri.