JAKARTA, AKUUPDATE.ID – Per tanggal 4 Desember lalu, Taiwan menunda kedatangan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) akibat lonjakan jumlah terinfeksi virus corona di kalangan pekerja migran yang tiba dari Indonesia.
Setelah 14 hari, larangan ini masih bisa diperpanjang, menyesuaikan dengan angka kasus COVID-19 di Indonesia. Keputusan itu dinyatakan oleh Pusat Komando Epidemi (CECC), setelah dikonfirmasi 20 dari 24 penularan baru COVID-19 di Taiwan adalah pekerja migran asal Indonesia.
Berdasarkan data CECC, sepanjang November 2020 Taiwan menerima 677 tenaga kerja asal Indonesia, sehingga larangan penerimaan TKI diprediksikan berdampak bagi 1.350 pekerja yang sudah siap berangkat.
Calon TKI asal Kecamatan Cantigi, Indramayu, Jawa Barat, Mumin, membenarkan penangguhan keberangkatannya ke Taiwan sampai batas waktu yang tidak ditentukan.
Dikutip dari Tribun News” Tiba-tiba ada pengumuman dari perusahaan bahwa keberangkatan diundur sampai batas waktu yang belum jelas,” kata Mumin.
Baca Juga : Permohonan Uji Materi UU Pekerja Migran yang diajukan ASPATAKI ditolak Mahkamah Konstitusi
Oleh sebab itu, para majikan di Taiwan yang terdampak kebijakan penangguhan ini diminta oleh CECC untuk mempekerjakan pekerja migran dari negara lain atau pekerja migran yang sudah berada di Taiwan.
Sampai akhir November 2020, CECC Taiwan mencatat ada 675 kasus COVID-19 di negara itu, 583 di antaranya merupakan kasus impor.
Kasus impor terbesar berasal dari Amerika Serikat sebanyak 109 kasus, yang kedua disumbang oleh Indonesia sebesar 103 kasus.
Pada Kamis (03/12), Indonesia mencatat rekor angka penularan harian tertinggi yakni 8.369 kasus, sehingga total kasus COVID-19 di Indonesia saat artikel ini diterbitkan adalah sebanyak 557.877 kasus dengan angka kematian 17.355 orang.
Namun Direktur Eksekutif Lembaga Pemerhati Hak Pekerja Migran (Migrant Care) Wahyu Susilo mengatakan, persoalan finansial ini bukannya tanpa solusi. Ia merujuk pada anggaran pemulihan ekonomi yang di dalamnya terdapat komponen anggaran perlindungan sosial.
“Jalan keluarnya adalah pemerintah juga harus punya perspektif perlindungan pekerja migran dalam alokasi (anggaran) perlindungan sosial, karena berdasarkan pantuan kami selama pandemi kebijakan perlindungan sosial tidak banyak menyentuh pekerja migran atau pekerja migran yang pulang,” ujar Wahyu.
Baca Juga : Kemnaker Menyelidiki P3MI terkait Infeksi COVID-19
Wahyu menambahkan dari 166.000 orang TKI yang pulang, sebagian besarnya tidak mendapatkan bantuan sosial dalam skema jaring pengaman sosial dengan alasan mereka tidak terdaftar di data terpadu kesejahteraan sosial.
“Padahal data terpadu kesejahteraan sosial ini terakhir kali diupdate tahun 2015.”
“Kalau ada alokasi (anggaran) yang signifikan di beberapa daerah basis pekerja migran untuk perlindungan sosial, mereka akan tetap bisa berdaya,” kata Wahyu.
(Reno)