VOICEINDONESIA.CO, Jakarta – Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) meminta pemerintah untuk memperkuat perlindungan bagi perempuan korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Hal tersebut dikarenakan masih ditemukannya praktik kriminalisasi terhadap para korban.
“Kriminalisasi terhadap korban TPPO adalah bentuk kekerasan lanjutan. Banyak perempuan justru dipermasalahkan dokumennya, dideportasi, hingga dipidana karena situasi eksploitasi yang dialaminya. Negara harus hadir sebagai pelindung,” kata Anggota Komnas Perempuan, Devi Rahayu, di Jakarta, dikutip dari ANTARA, Rabu, (6/8/2025).
Baca Juga: Densus 88 Tangkap Dua ASN Diduga Terlibat Terorisme
Ia menekankan pentingnya prinsip non-pemidanaan terhadap korban TPPO (The Principle of Non-Punishment of Victims of Trafficking in Persons) yang telah diatur dalam berbagai instrumen HAM internasional, termasuk Konvensi ASEAN.
Prinsip ini mengharuskan negara untuk melindungi, bukan menghukum korban.
Komnas Perempuan turut mendesak pemerintah agar penanganan TPPO tidak hanya berfokus pada penindakan pelaku, tetapi juga mengedepankan pemulihan korban yang komprehensif dan tanpa diskriminasi—termasuk bagi korban yang tidak berdokumen.
“Pendekatannya harus partisipatif dan berbasis pengalaman korban,” ujar Devi.
Baca Juga: Pemerintah Bakal Awasi Ketat Game Roblox
Upaya pencegahan, lanjutnya, harus dilakukan melalui perbaikan regulasi pasar kerja, penyediaan jaminan sosial, peningkatan pendidikan, serta literasi digital untuk meminimalisasi kerentanan perempuan terhadap jaringan perdagangan orang.
Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2020–2024 mencatat sedikitnya 267 kasus TPPO yang melibatkan perempuan sebagai korban.
Bentuk eksploitasi yang dialami meliputi kerja paksa, eksploitasi seksual, penjualan organ, pengantin pesanan, hingga kurir narkotika lintas negara.
Dalam dua tahun terakhir, Komnas Perempuan juga mencatat modus baru yang memanfaatkan teknologi digital.
Korban dipaksa menjadi operator judi daring maupun pelaku penipuan daring (scammer) lintas negara.